Rabu, 26 Agustus 2015

SOKLETASI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pepaya adalah tanaman buah dari famili Caricaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, serta kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Selain bisa dikonsumsi, beberapa bagian pohon pepaya juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Hampir semua bagian dari pohon pepaya bisa digunakan sebagai obat seperti Daun, Bunga, Biji, akar, getah, dan kulit pepaya. Dalam tanaman pepaya terkandung enzim papain yang berfungsi untuk melancarkan pencernaan (Fessenden, 1991).
Biji papaya dengan selaput bening ini memiliki nutrisi penting dengan khasiat sebagai berikut : Antibakteri, yang efektif melawan bakteri E. coli, Salmonella, dan infeksi Staphylococcus. Menjaga kesehatan ginjal, Membunuh parasit dalam pencernaan. Sudah ditemukan bukti bahwa biji pepaya mampu memberantas parasit dalam pencernaan. Membersihkan hati dari racun-racun. Oleh karena itu biji pepaya sering direkomendasikan dokter-dokter naturopati untuk perawatan cirrhosis liver (pengerasan hati). Dengan melihat banyaknya manfaat yang dimiliki biji pepaya, maka dilakukan  metode sokletasi untuk mengekstrak minyak yang terkandung di dalamnya pada skala labor (Fessenden, 1991).
Terdapat beberapa metode ekstraksi untuk mengambil minyak biji pepaya, salah satu contohnya yaitu, metode ekstaksi pelarut (sokletasi). Sokletasi dipilih menjadi metode percobaan karena pelarut yang diperlukan disini relatif sedikit dan dapat direfluks sehingga bisa diambil kembali untuk kemudian dapat digunakan berulang ulang. Dengan dapat digunakannya lagi pelarut yang sama untuk percobaan berikutnya, maka  metode sokletasi menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, metode sokletasi juga merupakan yang paling efektif untuk mengekstrak minyak karena dengan metoda ini hampir 99% minyak dalam sampel dapat diekstrak. Atas dasar itulah, maka pengambilan komponen minyak dilakukan dengan metoda solvent extraction, yaitu sokletasi (Fessenden, 1991).
1.2              Tujuan Praktikum
1.      Mempelajari dan mengamati proses isolasi suatu komponen dari suatu bahan alam dengan motoda sokletasi.
2.      Menghitung rendemen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya
          Pepaya dalah tanaman buah dari famili Caricaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, serta kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Nama papaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, ”papaja”, yang pada gilirannya juga mengambil dari nama bahasa Arawak, “papaya”. Dalam bahasa Jawa papaya disebut  “kates” (Hamdani, 2011).
Tabel 2.1 Klasifikasi ilmiah tanaman pepaya
Kerajaan
Plantae
Ordo
Brassicales
Famili
Caricaceae
Genus
Carica
Spesies
 C. papaya
Sumber : (Hamdani, 2011)
Papaya adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga kelamin : tumbuhan jantan, betina dan banci. Tumbuhan jantan dikenal sebagai “papaya gantung”, yang walaupun jantan kadang-kadang dapat menghasilkan buah pula secara “partenogenesis”. Bunga papaya memiliki mahkota bunga bewarna kuning pucat dengan tangkai duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang.
Selain mengandung banyak air, buah pepaya juga kaya akan vitamin C. Bagian bunga dan daun pepaya muda juga sering dimanfaatkan sebagai lalap teman makan nasi dan sambal (Hamdani, 2011).
Selain bisa dikonsumsi, beberapa bagian pohon pepaya juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Hampir semua bagian dari pohon pepaya bisa digunakan sebagai obat seperti Daun, Bunga, Biji, Akar, Getah, dan Kulit Pepaya. Dalam tanaman pepaya terkandung enzim papain yang berfungsi untuk melancarkan pencernaan. Selain kandungan enzim papain, dalam pepaya juga terkandung sifat antiseptik di mana kandungan ini berfungsi untuk mencegah perkembangbiakan bakteri-bakteri jahat yang hidup di usus kita. Tak heran, pepaya akan menjadi buah yang paling direkomendasikan untuk mengatasi masalah pencernaan. Beberapa senyawa yang diketahui terdapat dalam daun pepaya antara lain Enzym papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, sakarosa, dekstrosa, levulosa. Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis. Sementara buahnya mengandung ß-karotene, pectin, d-galaktosa, 1-arabinosa, papain, papayotimin papain, fitokinase (Hamdani, 2011).
2.1.1    Senyawa Penyusun Biji Pepaya
Jika diurai, maka kandungan biji pepaya antara lain alkaloid, steroid, tanin, dan juga minyak atsiri. Secara mendetil, kandungan biji tersebut berupa beberapa asal lemak tak jenuh dalam jumlah tinggi. Asam tersebut adalah oleat dan asam palmiat. Selain itu, biji pepaya juga diketahui mengandung senyaw akimia golongan fenol, terpenoid juga saponin. Senyawa ini bersifat sitoksik, anti-androgen dan berefek estrogenik. Selanjutnya, biji pepaya juga mengandung karbohidrat dalam jumlah kecil, air, abu, protein, dan juga lemak. Sementara itu, terkait manfaatnya sebagai penghitam rambut, terkait erat dengan kandungan senyawa Glucoside carcirindan di dalam biji pepaya itu sendiri (Ketaren, 1986).
2.1.2    Manfaat Biji Pepaya
            Biji papaya memiliki nutrisi penting dengan khasiat yang sangat banyakdi antara lainsebagai berikut (Ketaren, 1986) :
1.      Biji pepaya sebagai antibakteri. Penelitian telah dilakukan dan menemukan kalo biji pepaya ternyata efektif membasmi E. coli, Salmonella, dan infeksi Staph.
2.      Biji Pepaya dalam pelindungan ginjal. Penelitian telah menemukan kalau dari ekstrak biji pepaya dapat melindungi ginjal dari racun diinduksi gagal ginjal.
3.      Biji Pepaya dalam menghilangkan parasit usus. Ada bukti bahwa biji papaya membasmi parasit usus. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada anak-anak Nigeria dengan parasit usus, 76,7% dari anak-anak yang menerima plasebo.
4.      Biji Pepaya basmi Racun hati. Dalam pengobatan di Negara Cina diyakini kalo sesendok teh biji pepaya dapat membantu detoksifikasi hati. Biji pepaya juga sering direkomendasikan oleh para dokter secara alami dalam pengobatan pada sirosis hati.
5.      Biji Pepaya atasi cacingan. Penyakit memalukan ini juga sangat baik dibasmi dengan biji pepaya, bahkan sangat ampuh katanya.


2.2       Ekstraksi
2.2.1        Cara-cara Ekstraksi
Cara ekstraksi bermacam-macam, yaitu;
a.        Rendering
Suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada proses ini digunakan panas untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecah dinding sel tersebut sehingga mudah di tembus oleh minyak atau lemak yang ada di dalamnya. Ada 2 cara rendering yakni (Markopala, 2010) :
·         Wet rendering
Proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Proses ini dilakukan pada ketel terbuka atau tertutup dengan menggunakan suhu tinggi dan tekanan uap 40-60 psi selama 4-6 jam. Alat yang digunakan untuk wet rendering adalah autoklaf atau digester untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah besar.
·         Dry rendering
Proses rendering yang dilakukan tanpa dilengkapi steam jacket dan pengaduk. Bahan yang akan di ekstrak dipanasi sambil di aduk pada suhu 105 – 110oC. ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan mengendap di dasar ketel. Pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
b.        Mechanical expression
Cara ekstraksi minyak atau lemak yang berasal dari biji-bijian atau suatu bahan yang memiliki kandungan minyak atau lemak dalam jumlah besar (Markopala, 2010).
c.         Solvent extraction
Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut minyak dan lemak (Markopala, 2010).
2.2.2    Prinsip Ekstraksi
Metoda – metoda ekstraksi terdiri dari maserasi, sokletasi, perkolasi serta refluks. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi (Markopala, 2010) :
1.      Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2.      Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
3.      Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4.      Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Hamdani, 2011).
a.        Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam cairan pelarut yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar yang terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

b.        Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

c.         Prinsip Sokletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam selonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam slongsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Tondra, 2011)

d.        Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.



e.         Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Tondra, 2011).
2.3       Ekstraksi Sokletasi
Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti benzen dan heksan. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan dapat dilakukan metode sokletasi dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Hamdani, 2011).
Proses sokletasi digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari material atau bahan padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu didih, ekstraktor dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum disokletasi. Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan air yang terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah senyawa terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah menguap.Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar.
 Prinsip sokletasi  yaitu  Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Namun zat yang diekstraksinya sesuai dengan polar dan nonpolarnya pelarut yang digunakan (Tondra, 2011).
Bila penyaringan telah selesai maka pelarut yang telah di uapkan kembali adalah zat yang bersisa. Dietil eter merupakan pelarut yang baik untuik hidrokarbon dan untuk senyawa yang mengandung oksigen proses penyaringan yang berulang ulang pada proses sokletasi bergantung pada tetesan yang mengalir pada bahan yang di ekstraksi. Sampel pelarut yang digunakan bening atau tidak berwarna lagi. Umumnya prosedur sokletasi hanya pengulangan, sistematis dan pemisahan dengan menggunakan labu untuk ekstraksi sederhana tetapi lebih merupakan metoda yang spesial, dan alat yang digunakan lebih kompleks. Oleh karena itu alat soklet cenderung mahal (Tondra, 2011).
Syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi:
a.       Pelarut yang mudah menguap, misalnya n-heksana, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol
b.      Titik didih pelarut rendah
c.       Pelarut dapat melarutkan senyawa yang diinginkan
d.      Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan
e.       Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi (polar atau nonpolar)
Keuntungan metode ini adalah :
a.       Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
b.      Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c.       Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini :
a.       Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
b.      Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
c.       Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah. (Fessenden, 1991).
2.4       Jenis Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar (Ketaran, 1986).
Tabel 2.2 Karakteristik jenis-jenis pelarut
Pelarut
Titik didih
Konstanta dielektrik
Massa jenis
PELARUT NON-POLAR
Heksana
69oC
2.0
0,655 g/ml
Benzena
80oC
2.3
0,879 g/ml
Toluena
111oC
2.4
0,867 g/ml
Dietil eter
35oC
4.3
0,713 g/ml
Kloroform
61oC
4.8
1,498 g/ml
Etil asetat
77oC
6.0
0,894 g/ml
PELARUT POLAR
1,4-Dioksana
101oC
2.3
1.033 g/ml
Tetrahidrofuran
66oC
7.5
0,886 g/ml
Pelarut
Titik didih
Konstanta dielektrik
Massa jenis
Diklorometana
l40oC
9.1
1,326 g/m
Asetona
56oC
21
0,786 g/mml
Asetonitril
82oC
37
0,786 g/ml







 Sumber: (http://abangroy1.blogspot.com)


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1         Alat-Alat yang digunakan:
1.         Satu set alat soklet
2.         Glas ukur 200 ml
3.         Erlemeyer 250 ml
4.         Gelas piala100 ml
5.         Corong
  3.2     Bahan-Bahan yang digunakan:
1.         Biji papaya                      
2.         N-heksana                                                           
3.         KMnO4                
4.         Kertas saring                    
5.         Benang
6.        Batu didih                                                
  3.3    Prosedur Percobaan
1.         Bersihkan labu soklet, masukkan 3 butir batu didih dan keringkan, timbang, catat berat labu ditambah batu didih.
2.         Siapkan contoh dari biji ketapang, biji buah ketapang di giling halus dan di keringkan
3.         Buat selongsong (timbel) dari kertas saring, ukurannya disesuaikan dengan besarnya tabung soklet. Timbang  berat selongsong kosong dan pengikat.
4.         Isi selongsong dari kertas saring dengan contoh. Timbang berat selongsong ditambah contoh saja dapat dihitung .
5.         Masukkan selongong yang berisi contoh kedalam tabung soklet.
6.         Sambungkan tabung soklet yang berisi contoh dengan labut soklet, jangan lupa mengolesi bagian ujung yang di sambungkan  dengan vaselin, gunanya unuk memudahkan waktu membuka nya nanti
7.         Berdirikan labu pada mantel pemanas,dan tabung soklet yang tesambung berdiri tegak lurus.
8.         Masukkan plarut n-hekasana dari mulut tabung soklet, sampai terisi penuh. Setelah penuh, pelarut dengan sendirinya akan turun ke labu soklet. Setelah tabung soklet kosong dari pelarut, tambahkan lagi n-heksana sampai contoh yang ada dalam tabung terendam sempurna (pelarut tidak turun ke labu soklet).
9.         Pasangkan pendingin pada mulut tabung soklet dan jangan lupa mengolesi bagian yang disambung dengan vaselin.
10.     Alirkan air pendingin dari kran ke kondesor dan periksa jika ada kebocoran. Jika terjadi kebocoran, harus diperbaiki sebelum pekerjaan dilanjutkan.
11.     Hidupkan mantel pemanas set suhu 700C dan pertahankan suhu dengan mengatur mantel pemanas, dan proses sokletasi dapat dimulai.
12.     Pelarut yang ada dalam labu akan menguap karena pemanasan. Uap naik kebagian atas, dan diembunkan oleh pendingin, lalu menetes kedalam tabung soklet dan menumpuk dalam tabung sambil merendam contoh. Waktu merendam inilah n-heksana akan menarik minyak biji ketapang dari jaringan biji buah ketapang. Bila tabung sokelet penuh oleh pelarut  yang telah melarutkan minyak biji ketapang, maka akan turun ke labu. Dilabu pelarut kembali menguap dan meninggalkan minyak. Pelarut yang menguap kembali naik dan mengembun kedalam tabung soklet untuk merendam contoh sekaligus melarutkan minyak yang masih tersisa dalam biji ketapang. Setelah penuh akan kembali turun ke labu sambil membawa minyak. Sirkulasi terus terjadi selama proses, sehingga akhirnya semua minyak terlarutkan oleh n-heksana.
13.     Bila proses dipandang selesai, maka mantel pemanas dimatikan. Proses dianggap selesai setelah dilakukan pengujian, dengan mengambil beberapa tetes larutan yang merendam samapel dengan pipit tetes, larutan diteteskan pada selembar kertas saring, dibiarkan beberapa saat, bila tidak meninggalkan noda berarti semua lemak telah terekstrak dari sampel. Tetapi, bila masih meninggalkan bekas dikertas saring berarti proses belum selesai dan harus dilanjutkan sampai tidak ada noda dikertas. Biarkan beberapa saat, kemudian selongsong contoh diremas, sehingga pelarutnnya kering. Pelarut hasil remasan dimasukka ke dalam tabung soklet.
14.     Setalah contoh dikeluarkan, unit alat dipasangkan kembali, dan mantel pemanas dihidupkan lagi. Dimulai proses pengambilan pelarut. Amati dengan teliti, bila tabung sudah hampir penuh, pemanas cepat dimatikan dan pelarut yang ada dalam tabung diambil, disimpan dalam botol tersendiri. Kalau terlambat dan tabung sempat penuh, maka semua pelarut akan turun ke labu dibagian bawah, sedangkan sekarang kita pada tahap pengambilan pelarut.
15.     Bila proses pengambilan pelarut sudah dianggap selesai, yakni minyak dalam labu sudah terlihat lebih pekat, maka pemanas dimatikan, dan alat dilepas menjadi bagian-bagianya.
16.     Minyak yang ada dalam labu, dikeringkan lagi dari pelarutnya dengan memanaskan dalam oven pada suhu diatas titik didih pelarut. Dipanaskan dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan dan ditimbang.
17.     Pekerjaan seperti no.16 dilakukan beberapa kali, sampai didapatkan berat konstan.
18.     Berat minyak dapat dihitung, sehingga persentase minyak dalam biji buah jarak juga dapat dihitung.
19.     Minyak hasil sokletase disimpan pada botol tersendiri.
3.4       Rangkaian Alat
Keterangan :
1.  Aliran keluar air.
2.  Aliran masuk air.
3.  Selonsong berisi    ampas kelapa (sampel).
4.  Labu didih.
5.  Mantel pemanas.
6.  Kondensor.
7.  Statif.
8.  Tabung soklet.

 
                                                           





Gambar 3.1 Unit alat sokletasi



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1        Data Percobaan
v  Berat minyak                      : 6,02 gr
v  Rendemen                          : 16,81 %
v  Volume pelarut kembali     : 224 ml
v  % Pelarut kembali              : 81,45 %
a.         Refluks
Tabel 4.1 Hasil Refluks
Refluks ke
Pukul
Waktu (menit)
1
12.09 – 12.24
15
2
12.24 – 12.43
19
3
12.43 – 12.59
16
4
12.59 – 13.14
13
5
13.14 – 13.28
14
6
13.28 – 13.42
14
7
13.42 – 13.56
14
8
13.56 – 14.10
14
9
14.10 – 14.23
13
10
14.23 – 14.37
14
11
14.37 – 14.50
13
12
14.50 – 15.04
14
13
15.04 – 15.17
13
14
15.17 – 15.31
14
15
15.31 – 15.44
13
16
15.44 – 15.58
14
17
15.58 – 16.11
13
18
16.11– 16.24
13
19
16.24–16.37
13
20
16.37 – 16.50
13




b          Data Pengovenan
Tabel 4.2 Hasil pengovenan
Pengoven ke
Berat Minyak
1
217,32 gram
2
214,78 gram
3
216,98 gram
4
216,97 gram

4.2       Pembahasan
   Proses sokletasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut secara berulang-ulang, Proses ekstraksi  minyak dari biji pepaya dimulai dengan pembuatan selongsong  yang terbuat dari kertas saring yang di isi dengan biji pepaya yang telah di haluskan. Selongsong tersebut dimasukkan kedalam tabung soklet yang sudah di rangkai dengan labu didih yang telah diberi batu didih, yang bertujuan untuk meratakan pemanasan, mempercepat pamanasan dan mencegah terjadinya bumping (ledakan pelarut pada saat pemanasan). Tali selongsong disisakan diluar agar mudah untuk di keluarkan. Setelah itu ditambahkan pelarut, pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan minyak. Dengan karakteristik, bertitik didih rendah, mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan serta residunya tidak beracun.
Pada percobaan ini digunakan pelarut hexane, dikarenakan memenuhi karekteristik yang ada, dan pelarut hexane juga tergolong pelarut yang harganya terjangkau dan memiliki kepolaran yang kecil. Pelarut dimasukkan kedalam tabung soklet sebanyak 275 ml, hingga selongsong terendam sepenuhnya. Lalu kondensor dipasang dengan tujuan untuk mendinginkan uap pelarut.
Proses sokletasi dilakukan dengan suhu 70oC . Selama pemanasan, pelarut hexane yang ada pada labu didih menguap melalui pipa pada soklet, lalu pelarut (uap) menuju ke kondensor. Di kondensor, uap berubah fase, dari fase uap menjadi cair. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan kalor. Pada kondensor aliran air tetap dijaga konstan, agar uap pelarut tidak keluar dan komponen yang terekstrak tidak terlepas keluar akibat pemanasan. Uap yang telah berubah menjadi cair di kondensor kembali lagi masuk kedalam soklet, sehingga membasahi selongsong, hingga sampel terendam. Ketika sampel terendam oleh pelarut (hexane), hexane akan bereaksi dengan isi selongsong sehingga menarik atau memisah kan minyak dari biji pepaya dan terbawa oleh pelarut. Sampai larutan mencapai batasan makimal pada sifon, larutan tersebut akan penuh dan kembali lagi ke dalam labu didih. Peristiwa itu dihitung 1 siklus, dan pemanasan dilakukan berulang-ulang (refluks). Waktu setiap refluks ini berbeda-beda. Hal ini dilakukan hingga kurang lebih 4.65 jam. Dan refluks yang didapat adalah 20 refluks dengan waktu refluks rata-rata 14  menit.
Setelah proses sokletasi, untuk memisahkan minyak dari ampas selesai. Sampel dikeluarkan dan dilakukan pemanasan yang ke dua (tanpa selongsong) atau destilasi pada suhu 70oC dengan tujuan mengambil semaksimal mungkin bagian pelarut pada minyak yang diperoleh (tetap dalam unit soklet). Destilasi dihentikan sementara ketika pelarut hampir mendekati batas maksimal pada sifon dan pelarut dikeluarkan. Hal ini bertujuan agar pelarut tidak masuk kembali kedalam labu didih. Destilasi berakhir ketika didapat minyak dengan kandungan pelarut seminimum mungkin.
Selanjutnya, minyak hasil destilasi di ovenkan dengan suhu 105oC, yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut yang ada, pengovenan dilakukan hingga mendapat berat konstan. Dilakukan selama kurang lebih 20 menit. Berat minyak yang didapat adalah 6,02 gram dengan rendemen 16,81%, berbeda dari rendemen teoritisnya yaitu sebesar 54,11% (Anis, 2014). Hal tersebut dikarenakan kualitas biji pepaya yang kami gunakan tidak terlalu baik dan belum kering sempurna, sehingga mempengaruhi hasil minyak yang didapat.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
1.    Sokletasi adalah proses pemisahan suatu komponen dari bahan yang di sokletasi, dalam percobaan ini di gunakan biji pepaya
2.    Hasil minyak yang didapat dari metode sokletasi adalah 6,02 gram dengan rendemen 16,81 %.
5.2       Saran
1.    Sebaiknya sampel yang di gunakan benar-benar kering agar di peroleh rendemen yang lebih besar
2.    Lakukan pemasangan alat sokletasi dengan hati-hati dan benar, serta jangan lupa mengolesi vaseline.
3.    Lakukan penimbangan dengan teliti dan pengovenan dengan benar.
4.    Pelepasan alat sokletasi dilakukan apabila alat telah dingin (ditunggu dingin terlebih dahulu baru dilepas).










3 komentar:

  1. sebelumnya terimakasih atas postingannya kak, sangat membantu. tapi kalau boleh tau referensi yang "Tondra, 2011" itu lengkapnya nama penulis sama judulnya apa ya kak?

    BalasHapus
  2. Emmm dapusnya mana ya kok gak ada

    BalasHapus
  3. Emmm dapusnya mana ya kok gak ada

    BalasHapus