BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pepaya adalah tanaman buah dari famili Caricaceae. Tanaman ini
berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, serta kawasan sekitar Meksiko dan Costa
Rica. Selain bisa
dikonsumsi, beberapa bagian pohon pepaya juga dimanfaatkan sebagai obat
tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Hampir semua bagian dari
pohon pepaya bisa digunakan sebagai obat seperti Daun, Bunga, Biji, akar, getah, dan kulit pepaya. Dalam tanaman pepaya terkandung enzim papain
yang berfungsi untuk melancarkan pencernaan (Fessenden, 1991).
Biji
papaya dengan selaput bening ini memiliki nutrisi penting dengan khasiat
sebagai berikut : Antibakteri, yang efektif melawan bakteri E. coli,
Salmonella, dan infeksi Staphylococcus. Menjaga
kesehatan ginjal, Membunuh parasit dalam pencernaan. Sudah ditemukan bukti
bahwa biji pepaya mampu memberantas parasit dalam pencernaan.
Membersihkan hati dari racun-racun. Oleh karena itu biji pepaya sering
direkomendasikan dokter-dokter naturopati untuk perawatan cirrhosis liver
(pengerasan hati). Dengan melihat banyaknya manfaat yang dimiliki biji pepaya,
maka dilakukan metode sokletasi untuk
mengekstrak minyak yang terkandung di dalamnya pada skala labor (Fessenden, 1991).
Terdapat beberapa metode ekstraksi untuk mengambil minyak biji
pepaya, salah
satu contohnya yaitu, metode ekstaksi pelarut (sokletasi). Sokletasi dipilih
menjadi metode percobaan karena pelarut yang diperlukan disini relatif sedikit
dan dapat direfluks sehingga bisa diambil kembali untuk kemudian dapat
digunakan berulang ulang. Dengan dapat digunakannya lagi pelarut yang sama
untuk percobaan berikutnya, maka metode
sokletasi menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, metode sokletasi juga
merupakan yang paling efektif untuk mengekstrak minyak karena dengan metoda ini
hampir 99% minyak dalam sampel dapat diekstrak. Atas dasar itulah, maka
pengambilan komponen minyak dilakukan dengan metoda solvent extraction, yaitu sokletasi (Fessenden, 1991).
1.2
Tujuan Praktikum
1.
Mempelajari
dan mengamati proses isolasi suatu komponen dari suatu bahan alam dengan motoda
sokletasi.
2.
Menghitung rendemen.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Tanaman Pepaya
Pepaya dalah tanaman buah dari famili
Caricaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat, serta
kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Nama papaya dalam bahasa Indonesia
diambil dari bahasa Belanda, ”papaja”, yang pada gilirannya juga mengambil dari
nama bahasa Arawak, “papaya”. Dalam bahasa Jawa papaya disebut “kates” (Hamdani, 2011).
Tabel 2.1 Klasifikasi ilmiah tanaman pepaya
Kerajaan
|
Plantae
|
Ordo
|
Brassicales
|
Famili
|
Caricaceae
|
Genus
|
Carica
|
Spesies
|
C. papaya
|
Sumber : (Hamdani, 2011)
Papaya
adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga
kelamin : tumbuhan jantan, betina dan banci. Tumbuhan jantan dikenal sebagai “papaya
gantung”, yang walaupun jantan kadang-kadang dapat menghasilkan buah pula
secara “partenogenesis”. Bunga papaya
memiliki mahkota bunga bewarna kuning pucat dengan tangkai duduk pada batang. Bunga
jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang.
Selain mengandung banyak air, buah pepaya juga kaya akan vitamin
C. Bagian bunga dan daun pepaya muda juga sering dimanfaatkan sebagai lalap
teman makan nasi dan sambal (Hamdani, 2011).
Selain bisa dikonsumsi, beberapa bagian
pohon pepaya juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Hampir semua bagian dari pohon pepaya bisa digunakan sebagai
obat seperti Daun, Bunga, Biji, Akar, Getah, dan Kulit Pepaya. Dalam tanaman pepaya
terkandung enzim papain yang berfungsi untuk melancarkan pencernaan. Selain
kandungan enzim papain, dalam pepaya juga terkandung sifat antiseptik di mana
kandungan ini berfungsi untuk mencegah perkembangbiakan bakteri-bakteri jahat
yang hidup di usus kita. Tak heran, pepaya akan menjadi buah yang paling
direkomendasikan untuk mengatasi masalah pencernaan. Beberapa senyawa yang
diketahui terdapat dalam daun pepaya antara lain Enzym papain, alkaloid
karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, sakarosa, dekstrosa, levulosa.
Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis. Sementara buahnya
mengandung ß-karotene, pectin, d-galaktosa, 1-arabinosa, papain, papayotimin
papain, fitokinase (Hamdani, 2011).
2.1.1 Senyawa Penyusun Biji Pepaya
Jika diurai, maka
kandungan biji pepaya antara lain alkaloid, steroid, tanin, dan juga minyak
atsiri. Secara mendetil, kandungan biji tersebut berupa beberapa asal lemak tak
jenuh dalam jumlah tinggi. Asam tersebut adalah oleat dan asam palmiat. Selain
itu, biji pepaya juga diketahui mengandung senyaw akimia golongan fenol,
terpenoid juga saponin. Senyawa ini bersifat sitoksik, anti-androgen dan
berefek estrogenik. Selanjutnya, biji pepaya juga mengandung karbohidrat dalam
jumlah kecil, air, abu, protein, dan juga lemak. Sementara itu, terkait
manfaatnya sebagai penghitam rambut, terkait erat dengan kandungan senyawa
Glucoside carcirindan di dalam biji pepaya itu sendiri (Ketaren, 1986).
2.1.2 Manfaat Biji Pepaya
Biji papaya memiliki
nutrisi penting dengan khasiat yang sangat banyakdi antara lainsebagai berikut (Ketaren, 1986) :
1.
Biji pepaya sebagai antibakteri. Penelitian telah
dilakukan dan menemukan kalo biji pepaya ternyata efektif membasmi E. coli,
Salmonella, dan infeksi Staph.
2. Biji Pepaya dalam pelindungan ginjal. Penelitian telah menemukan
kalau dari ekstrak biji pepaya dapat melindungi ginjal dari racun diinduksi
gagal ginjal.
3.
Biji Pepaya dalam menghilangkan parasit
usus. Ada bukti bahwa biji papaya membasmi parasit usus. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada
anak-anak Nigeria dengan parasit usus, 76,7% dari anak-anak yang menerima
plasebo.
4.
Biji Pepaya basmi Racun hati. Dalam
pengobatan di Negara Cina diyakini kalo sesendok teh biji pepaya dapat membantu
detoksifikasi hati. Biji pepaya juga sering direkomendasikan oleh para dokter
secara alami dalam pengobatan pada sirosis hati.
5.
Biji Pepaya atasi cacingan. Penyakit
memalukan ini juga sangat baik dibasmi dengan biji pepaya, bahkan sangat ampuh
katanya.
2.2 Ekstraksi
2.2.1
Cara-cara
Ekstraksi
Cara ekstraksi
bermacam-macam, yaitu;
a.
Rendering
Suatu cara
ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak
dengan kadar air yang tinggi. Pada proses ini digunakan panas untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecah dinding sel
tersebut sehingga mudah di tembus oleh minyak atau lemak yang ada di dalamnya.
Ada 2 cara rendering yakni (Markopala,
2010) :
·
Wet rendering
Proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Proses ini dilakukan pada ketel terbuka
atau tertutup dengan menggunakan suhu tinggi dan tekanan uap 40-60 psi selama
4-6 jam. Alat yang digunakan untuk wet
rendering adalah autoklaf atau digester untuk menghasilkan minyak atau
lemak dalam jumlah besar.
·
Dry rendering
Proses rendering
yang dilakukan tanpa dilengkapi steam
jacket dan pengaduk. Bahan yang akan di ekstrak dipanasi sambil di aduk
pada suhu 105 – 110oC. ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan
mengendap di dasar ketel. Pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
b.
Mechanical expression
Cara
ekstraksi minyak atau lemak yang berasal dari biji-bijian atau suatu bahan yang
memiliki kandungan minyak atau lemak dalam jumlah besar (Markopala, 2010).
c.
Solvent extraction
Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut
minyak dan lemak (Markopala,
2010).
2.2.2 Prinsip Ekstraksi
Metoda – metoda ekstraksi terdiri
dari maserasi, sokletasi, perkolasi serta refluks. Secara umum, terdapat empat
situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi (Markopala, 2010) :
1.
Senyawa
kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam
kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan
kebutuhan pemakai.
2.
Bahan
diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid,
flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini
bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum
yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari
pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk
kelompok senyawa kimia tertentu.
3.
Organisme
(tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya
dibuat dengan cara, misalnya Tradisional
Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam
air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru
sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia
lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat
tradisional.
4.
Sifat
senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun.
Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya
adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan
pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas
biologi khusus.
Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat
akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel
(Hamdani, 2011).
a.
Prinsip
Maserasi
Penyarian zat aktif
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam cairan pelarut yang
sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar yang terlindung dari cahaya,
pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam
sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari
setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
b.
Prinsip
Perkolasi
Penyarian
zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia
dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori,
cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam
sel-sel simplisia yang dilalui sampai
keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan
berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah.
Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
c.
Prinsip
Sokletasi
Penarikan
komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam
selonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari
dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam slongsong
menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui
pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan
di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
(Tondra, 2011)
d.
Prinsip
Refluks
Penarikan
komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas
bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali
sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
e.
Prinsip
Destilasi Uap Air
Penyarian minyak
menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air
dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil
mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak
menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu
akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam
corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Tondra, 2011).
2.3 Ekstraksi Sokletasi
Ekstraksi yang
dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut
organik yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif
konstan, dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa
trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati
umumnya larut baik dalam pelarut organik, seperti benzen dan heksan. Untuk
mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhan dapat dilakukan metode sokletasi
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Hamdani,
2011).
Proses sokletasi
digunakan untuk ekstraksi lanjutan dari suatu senyawa dari material atau bahan
padat dengan pelarut panas. Alat yang digunakan adalah labu didih, ekstraktor
dan kondensor. Sampel dalam sokletasi perlu dikeringkan sebelum disokletasi.
Tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk mengilangkan kandungan air yang
terdapat dalam sample sedangkan dihaluskan adalah untuk mempermudah senyawa
terlarut dalam pelarut. Didalam sokletasi digunakan pelarut yang mudah
menguap.Pelarut itu bergantung pada tingkatannya, polar atau non polar.
Prinsip sokletasi yaitu
Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan
pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai,
maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode
sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan
senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat
padat yang tidak diinginkan. Namun zat yang diekstraksinya sesuai dengan polar
dan nonpolarnya pelarut yang digunakan (Tondra, 2011).
Bila penyaringan telah selesai
maka pelarut yang telah di uapkan kembali adalah zat yang bersisa. Dietil eter
merupakan pelarut yang baik untuik hidrokarbon dan untuk senyawa yang
mengandung oksigen proses penyaringan yang berulang ulang pada proses sokletasi
bergantung pada tetesan yang mengalir pada bahan yang di ekstraksi. Sampel
pelarut yang digunakan bening atau tidak berwarna lagi. Umumnya prosedur
sokletasi hanya pengulangan, sistematis dan pemisahan dengan menggunakan labu
untuk ekstraksi sederhana tetapi lebih merupakan metoda yang spesial, dan alat
yang digunakan lebih kompleks. Oleh karena itu alat soklet cenderung mahal (Tondra, 2011).
Syarat-syarat pelarut yang
digunakan dalam proses sokletasi:
a.
Pelarut
yang mudah menguap, misalnya n-heksana, eter, petroleum eter, metil klorida dan
alkohol
b.
Titik
didih pelarut rendah
c.
Pelarut
dapat melarutkan senyawa yang diinginkan
d.
Pelarut
tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan
e.
Sifat
sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi (polar atau nonpolar)
Keuntungan metode ini adalah :
a.
Dapat
digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung.
b.
Digunakan
pelarut yang lebih sedikit
c. Pemanasannya dapat
diatur
Kerugian dari metode ini :
a.
Karena
pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus
dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
b.
Jumlah
total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam
pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume
pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
c.
Bila
dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena
seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini
untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.
Metode ini terbatas pada
ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat
digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :
diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya
akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
(Fessenden, 1991).
2.4 Jenis Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas
yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut
paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan
kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya
memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi
terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang
dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar
(Ketaran, 1986).
Tabel 2.2 Karakteristik jenis-jenis pelarut
Pelarut
|
Titik didih
|
Konstanta dielektrik
|
Massa jenis
|
|||
PELARUT
NON-POLAR
|
||||||
Heksana
|
69oC
|
2.0
|
0,655 g/ml
|
|||
Benzena
|
80oC
|
2.3
|
0,879 g/ml
|
|||
Toluena
|
111oC
|
2.4
|
0,867 g/ml
|
|||
Dietil eter
|
35oC
|
4.3
|
0,713 g/ml
|
|||
Kloroform
|
61oC
|
4.8
|
1,498 g/ml
|
|||
Etil asetat
|
77oC
|
6.0
|
0,894 g/ml
|
|||
PELARUT
POLAR
|
||||||
1,4-Dioksana
|
101oC
|
2.3
|
1.033 g/ml
|
|||
Tetrahidrofuran
|
66oC
|
7.5
|
0,886 g/ml
|
|||
Pelarut
|
Titik didih
|
Konstanta dielektrik
|
Massa jenis
|
|||
Diklorometana
|
l40oC
|
9.1
|
1,326 g/m
|
|||
Asetona
|
56oC
|
21
|
0,786 g/mml
|
|||
Asetonitril
|
82oC
|
37
|
0,786 g/ml
|
|||
Sumber: (http://abangroy1.blogspot.com)
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Alat-Alat yang digunakan:
1.
Satu set alat soklet
2.
Glas ukur 200 ml
3.
Erlemeyer 250 ml
4.
Gelas piala100 ml
5.
Corong
3.2 Bahan-Bahan yang
digunakan:
1.
Biji papaya
2.
N-heksana
3.
KMnO4
4.
Kertas saring
5.
Benang
6.
Batu didih
3.3 Prosedur
Percobaan
1.
Bersihkan labu soklet,
masukkan 3 butir batu didih dan keringkan, timbang, catat berat labu ditambah
batu didih.
2.
Siapkan contoh dari biji ketapang, biji buah ketapang
di giling halus dan di keringkan
3.
Buat selongsong (timbel) dari kertas saring, ukurannya
disesuaikan dengan besarnya tabung soklet. Timbang berat selongsong kosong dan pengikat.
4.
Isi selongsong dari kertas saring dengan contoh. Timbang
berat selongsong ditambah contoh saja dapat dihitung .
5.
Masukkan selongong yang berisi contoh kedalam tabung
soklet.
6.
Sambungkan tabung soklet yang berisi contoh dengan
labut soklet, jangan lupa mengolesi bagian ujung yang di sambungkan dengan vaselin, gunanya unuk memudahkan waktu
membuka nya nanti
7.
Berdirikan labu pada mantel pemanas,dan tabung soklet
yang tesambung berdiri tegak lurus.
8.
Masukkan plarut n-hekasana dari mulut tabung soklet,
sampai terisi penuh. Setelah penuh, pelarut dengan sendirinya akan turun ke
labu soklet. Setelah tabung soklet kosong dari pelarut, tambahkan lagi
n-heksana sampai contoh yang ada dalam tabung terendam sempurna (pelarut tidak
turun ke labu soklet).
9.
Pasangkan pendingin pada mulut tabung soklet dan
jangan lupa mengolesi bagian yang disambung dengan vaselin.
10.
Alirkan air pendingin dari kran ke kondesor dan
periksa jika ada kebocoran. Jika terjadi kebocoran, harus diperbaiki sebelum
pekerjaan dilanjutkan.
11.
Hidupkan mantel pemanas set suhu 700C dan
pertahankan suhu dengan mengatur mantel pemanas, dan proses sokletasi dapat
dimulai.
12.
Pelarut yang ada dalam labu akan menguap karena
pemanasan. Uap naik kebagian atas, dan diembunkan oleh pendingin, lalu menetes
kedalam tabung soklet dan menumpuk dalam tabung sambil merendam contoh. Waktu
merendam inilah n-heksana akan menarik minyak biji ketapang dari jaringan biji
buah ketapang. Bila tabung sokelet penuh oleh pelarut yang telah melarutkan minyak biji ketapang,
maka akan turun ke labu. Dilabu pelarut kembali menguap dan meninggalkan
minyak. Pelarut yang menguap kembali naik dan mengembun kedalam tabung soklet
untuk merendam contoh sekaligus melarutkan minyak yang masih tersisa dalam biji
ketapang. Setelah penuh akan kembali turun ke labu sambil membawa minyak.
Sirkulasi terus terjadi selama proses, sehingga akhirnya semua minyak
terlarutkan oleh n-heksana.
13.
Bila proses dipandang selesai, maka mantel pemanas
dimatikan. Proses dianggap selesai setelah dilakukan pengujian, dengan
mengambil beberapa tetes larutan yang merendam samapel dengan pipit tetes,
larutan diteteskan pada selembar kertas saring, dibiarkan beberapa saat, bila
tidak meninggalkan noda berarti semua lemak telah terekstrak dari sampel.
Tetapi, bila masih meninggalkan bekas dikertas saring berarti proses belum
selesai dan harus dilanjutkan sampai tidak ada noda dikertas. Biarkan beberapa
saat, kemudian selongsong contoh diremas, sehingga pelarutnnya kering. Pelarut
hasil remasan dimasukka ke dalam tabung soklet.
14.
Setalah contoh dikeluarkan, unit alat dipasangkan
kembali, dan mantel pemanas dihidupkan lagi. Dimulai proses pengambilan
pelarut. Amati dengan teliti, bila tabung sudah hampir penuh, pemanas cepat
dimatikan dan pelarut yang ada dalam tabung diambil, disimpan dalam botol
tersendiri. Kalau terlambat dan tabung sempat penuh, maka semua pelarut akan
turun ke labu dibagian bawah, sedangkan sekarang kita pada tahap pengambilan
pelarut.
15.
Bila proses pengambilan pelarut sudah dianggap
selesai, yakni minyak dalam labu sudah terlihat lebih pekat, maka pemanas
dimatikan, dan alat dilepas menjadi bagian-bagianya.
16.
Minyak yang ada dalam labu, dikeringkan lagi dari
pelarutnya dengan memanaskan dalam oven pada suhu diatas titik didih pelarut.
Dipanaskan dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan dan ditimbang.
17.
Pekerjaan seperti no.16 dilakukan beberapa kali,
sampai didapatkan berat konstan.
18.
Berat minyak dapat dihitung, sehingga persentase
minyak dalam biji buah jarak juga dapat dihitung.
19. Minyak
hasil sokletase disimpan pada botol tersendiri.
3.4 Rangkaian Alat
Keterangan
:
1.
Aliran keluar air.
2.
Aliran masuk air.
3. Selonsong berisi ampas kelapa (sampel).
4. Labu
didih.
5. Mantel
pemanas.
6. Kondensor.
7. Statif.
8. Tabung
soklet.
|
Gambar 3.1 Unit alat sokletasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
v Berat minyak : 6,02 gr
v Rendemen : 16,81 %
v Volume
pelarut kembali : 224 ml
v %
Pelarut kembali : 81,45 %
a. Refluks
Tabel 4.1 Hasil Refluks
Refluks ke
|
Pukul
|
Waktu (menit)
|
1
|
12.09 – 12.24
|
15
|
2
|
12.24 – 12.43
|
19
|
3
|
12.43 – 12.59
|
16
|
4
|
12.59 – 13.14
|
13
|
5
|
13.14 – 13.28
|
14
|
6
|
13.28 – 13.42
|
14
|
7
|
13.42 – 13.56
|
14
|
8
|
13.56 – 14.10
|
14
|
9
|
14.10 – 14.23
|
13
|
10
|
14.23 – 14.37
|
14
|
11
|
14.37 – 14.50
|
13
|
12
|
14.50 – 15.04
|
14
|
13
|
15.04 – 15.17
|
13
|
14
|
15.17 – 15.31
|
14
|
15
|
15.31 – 15.44
|
13
|
16
|
15.44 – 15.58
|
14
|
17
|
15.58 – 16.11
|
13
|
18
|
16.11– 16.24
|
13
|
19
|
16.24–16.37
|
13
|
20
|
16.37 – 16.50
|
13
|
b Data Pengovenan
Tabel 4.2 Hasil pengovenan
Pengoven ke
|
Berat Minyak
|
1
|
217,32 gram
|
2
|
214,78 gram
|
3
|
216,98 gram
|
4
|
216,97 gram
|
4.2 Pembahasan
Proses
sokletasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut secara
berulang-ulang, Proses
ekstraksi minyak dari biji pepaya dimulai dengan
pembuatan selongsong yang terbuat dari
kertas saring yang di isi dengan biji pepaya yang telah di haluskan. Selongsong
tersebut dimasukkan kedalam tabung
soklet yang sudah di rangkai dengan labu didih yang telah
diberi batu didih, yang bertujuan untuk meratakan pemanasan, mempercepat
pamanasan dan mencegah terjadinya bumping
(ledakan pelarut pada saat pemanasan). Tali selongsong disisakan diluar agar
mudah untuk di keluarkan. Setelah itu ditambahkan pelarut, pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang dapat melarutkan minyak. Dengan karakteristik,
bertitik didih rendah, mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang
terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak
diinginkan serta residunya tidak beracun.
Pada
percobaan ini digunakan pelarut hexane,
dikarenakan memenuhi karekteristik yang ada, dan pelarut hexane juga tergolong pelarut yang harganya terjangkau dan memiliki
kepolaran yang kecil. Pelarut dimasukkan kedalam tabung soklet sebanyak 275 ml,
hingga selongsong terendam sepenuhnya. Lalu kondensor dipasang dengan tujuan untuk
mendinginkan uap pelarut.
Proses
sokletasi dilakukan dengan suhu 70oC . Selama pemanasan, pelarut hexane yang ada pada labu didih menguap
melalui pipa pada soklet, lalu pelarut (uap) menuju ke kondensor. Di kondensor,
uap berubah fase, dari fase uap menjadi cair. Hal ini terjadi dikarenakan
adanya perbedaan kalor. Pada kondensor aliran air tetap dijaga konstan, agar
uap pelarut tidak keluar dan komponen yang terekstrak tidak terlepas keluar
akibat pemanasan. Uap yang telah berubah menjadi cair di kondensor kembali lagi
masuk kedalam soklet, sehingga membasahi selongsong, hingga sampel terendam.
Ketika sampel terendam oleh pelarut (hexane),
hexane akan bereaksi dengan isi
selongsong sehingga menarik atau memisah kan minyak dari biji pepaya dan terbawa oleh
pelarut. Sampai larutan mencapai batasan makimal pada sifon, larutan tersebut
akan penuh dan kembali lagi ke dalam labu didih. Peristiwa itu dihitung 1
siklus, dan pemanasan dilakukan berulang-ulang (refluks). Waktu setiap refluks
ini berbeda-beda. Hal
ini dilakukan hingga kurang lebih 4.65 jam. Dan refluks yang
didapat adalah 20 refluks dengan waktu refluks rata-rata 14
menit.
Setelah
proses sokletasi, untuk memisahkan minyak dari ampas selesai. Sampel
dikeluarkan dan dilakukan pemanasan yang ke dua (tanpa selongsong) atau
destilasi pada suhu 70oC dengan tujuan mengambil semaksimal mungkin
bagian pelarut pada minyak yang diperoleh (tetap dalam unit soklet). Destilasi
dihentikan sementara ketika pelarut hampir mendekati batas maksimal pada sifon
dan pelarut dikeluarkan. Hal ini bertujuan agar pelarut tidak masuk kembali
kedalam labu didih. Destilasi berakhir ketika didapat minyak dengan kandungan
pelarut seminimum mungkin.
Selanjutnya, minyak hasil
destilasi di ovenkan dengan suhu 105oC, yang bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa pelarut yang ada, pengovenan dilakukan hingga mendapat
berat konstan. Dilakukan
selama kurang lebih 20 menit. Berat minyak yang didapat adalah 6,02 gram dengan rendemen 16,81%, berbeda dari
rendemen teoritisnya yaitu sebesar 54,11% (Anis, 2014). Hal tersebut dikarenakan
kualitas biji pepaya
yang kami gunakan tidak terlalu baik dan belum kering sempurna, sehingga
mempengaruhi hasil minyak yang didapat.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sokletasi
adalah proses pemisahan suatu komponen dari bahan yang di sokletasi, dalam
percobaan ini di gunakan biji pepaya
2. Hasil minyak
yang didapat dari metode sokletasi adalah 6,02 gram dengan rendemen 16,81 %.
5.2 Saran
1. Sebaiknya sampel
yang di gunakan benar-benar kering agar di peroleh rendemen yang lebih besar
2. Lakukan pemasangan alat sokletasi dengan hati-hati dan benar, serta
jangan lupa mengolesi vaseline.
3. Lakukan penimbangan dengan teliti dan pengovenan dengan benar.
4. Pelepasan alat sokletasi dilakukan apabila alat telah dingin (ditunggu
dingin terlebih dahulu baru dilepas).
sebelumnya terimakasih atas postingannya kak, sangat membantu. tapi kalau boleh tau referensi yang "Tondra, 2011" itu lengkapnya nama penulis sama judulnya apa ya kak?
BalasHapusEmmm dapusnya mana ya kok gak ada
BalasHapusEmmm dapusnya mana ya kok gak ada
BalasHapus