Minggu, 12 April 2015

Reaksi Sulfonasi



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
          Dalam industri kimia dikenal berbagai macam proses industri serta reaksi-reaksi yang menjadi metode dalam menghasilkan barang jadi maupun setengah jadi. Reaksi – reaksi tersebut dapat dilakukan dalam skala laboratorium maupun skala pabrik. Reaksi pada skala laboratorium dapat dilakukan dalam volume kecil dan dengan alat laboratorium sederhana , namun pada skala pabrik melibatkan kuantitas yang lebih besar dan reaksi akan lebih kompleks.
     Salah satu reaksi kimia dalam proses industri kimia ialah Reaksi Sulfonasi. Reaksi ini melibatkan senyawa yang mengandung sulfur atau belerang yaitu asam sulfat yang berkonsentrasi tinggi atau pekat. Dalam makalah/paper ini, kami akan membahas teori tentang reaksi sulfonasi. Di dalamnya mencakup pengertian sulfonasi, zat yang terlibat dalam reaksi sulfonasi serta aplikasi reaksi sulfonasi.
     Reaksi sulfonasi utamanya terjadi pada senyawa aromatik benzene. Reaksi ini biasa terjadi pada tahap-tahap awal proses industri yang memerlukan reksi ini. Reaksi ini banyak digunakan pada industri deterjen. Selain pada industri deterjen, juga masih banyak industri lain yang memerlukan reaksi sulfonasi.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu reaksi sulfonasi?
2.      Apa saja zat yang terlibat dalam reaksi sulfonasi?
3.      Bagaimana penggunaan reaksi sulfonasi?


C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian reaksi sulfonasi.
2.      Mengetahui zat-zat yang terlibat pada reaksi sulfonasi.
3.      Mengetahui penggunaan reaksi sulfonasi dalam kehidupan dan  industri kimia.





BAB II
ISI
2. 1 Pengertian Sulfonasi
     Sulfonasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus sulfonat. Reaksi ini terjadi apabila benzena dipanaskan dengan asam sulfat pekat sebagai pereaksi.

     Dalam proses reaksi sulfonasi , melibatkan penggabungan gugus asam sulfonat,     -SO3H, ke dalam suatu molekul ataupun ion, termasuk reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat, misalnya penggabungan –SO2Cl ke dalam senyawa organik.
     Istilah sulfonasi terutama digunakan untuk menyatakan reaksi-reaksi yang menggunakan pereaksi sulfonasi yang umum seperti asam sulfat pekat, oleum, dan pereaksi lainnya yang mengandung sulfur trioksida.
     Sulfonasi senyawa aromatik merupakan salah satu jenis sulfonasi yang paling penting. Sulfonasi tersebut dapat dilakukan dengan mereaksikan senyawa aromatik dengan asam sulfat. Asam sulfat yang digunakan umumnya mengandung sulfur trioksida (oleum). Sama halnya dengan nitrasi dan halogenasi, sulfonasi senyawa aromatik adalah reaksi substitusi elektrofilik, tetapi merupakan reaksi yang dapat balik (reversibel).
     Untuk proses sulfonasi senyawa aromatik yang lebih kompleks, temperatur dapat memberikan pengaruh, bukan hanya terhadap laju reaksi, tetapi juga terhadap sifat dari produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, perubahan temperatur dalam sulfonasi naftalena menyebabkan perubahan komposisi produk asam monosulfonat dari sekitar 95% alpha isomer pada temperatur kamar menjadi 100% beta isomer pada 2000C.

II.2 Zat Dalam Sulfonasi
     Dalam reaksi sulfonasi terdapat zat-zat yang berperan sehingga reaksi terjadi. Zat-zat tersebut dikelompokkan dalam dua bagian. Yaitu zat pensulfonasi dan zat yang disulfonasi.
a.       Jenis zat pensulfonasi
Jenis zat pensulfonasi antara lain :
1. Persenyawaan SO3, termasuk didalamnya : SO3, H2SO4, oleum
2. Persenyawaan SO2.
3. Senyawa sulfoalkilasi. Contohnya senyawa anionic yang berperan sebagai surfaktan dalam proses pembuatan deterjen.
Zat pensulfonasi yang paling efisien adalah SO3 karena hanya melibatkan satu reaksi adisi secara langsung, contohnya:
RH + SO3 RSO3H
ROH + SO3 ROSO3H
SO3 yang banyak digunakan adalah SO3 dalam bentuk hidrat (oleum atau asam sulfat pekat) karena dengan SO3 hidrat, air akan bertindak murni sebagai pelarut.
b.      Jenis Zat yang disulfonasi
     Sedangkan, zat-zat yang disulfonasi antara lain: zat alifatik misalnya hidrokarbon jenuh, oleofin, alkohol, selulosa, senyawa aromatis, dan lain-lain.










II.3 Penggunaan Reaksi Sulfonasi
1.      Pembuatan asam sulfanilat
     Salah satu proses yang melibatkan reaksi sulfonasi yaitu pembuatan Asam Sulfanilat. Kegunaan asam sulfanat ialah:
a.       Dapat digunakan sibagai katalis dalam industry
b.      Dapat digunakan sebagai detergent atau sebagai zat pengemulsi
c.       Pestisida ( membunuh kuman)
d.      Sebagai bahan dasar obat-obatan
e.       Sebagai sumber obat-obatan sulfa yang bersifat antibacterial agent.
f.       Produksi metal ester sebagai pengganti surfaktan deterjen.
g.      Produksi metal ester sulfonat
h.      Proses sulfonasi lignin menjadi NLS
Adapun proses pembuatannya yaitu :
A. Skala Laboratorium
     Asam sulfanilat dapat dibuat dari reaksi antara anilin dengan oleum (asam sulfat pekat) pada suhu reaksi antara 180°C dan 195°C dengan produk utamanya yaitu asam sulfanilat, sedangkan produk sampingnya yaitu air. Pada mulanya produk yang dihasilkan larutan karena asam sulfanilat bersifat mudah larut maka untuk mendapatkan kristalnya didinginkan.







Reaksinya sebagai berikut:
C6H5(NH2) + H2SO4 → C6H4(NH2) SO3H + O
Atau:


SO3H
 
 

+H2SO4
NH2
 

+   H2O


Produk alanilat ini merupakan produk yang tidak tentu, di mana lewat pemanasan berlanjut akan menghasilkan asam sulfanilat dan air
      B. Skala Industri
     Secara komersial, asam sulfanilat dibuat dengan proses Baking. Dalam proses ini, anilin dan asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam ke dalam suatu ketel besi tuang yang dilengkapi dengan kondensor refluks. Lalu dimasukkan benzena sulfonat, dicampurkan dalam ketel besi.
     Pengadukan dilakukan dalam suhu operasi 1500C, anilin dan air yang keluar dalam ketel besi akan direflux oleh kondensor. Dua jam setelah penambahan anilin (dari kondensor reflux), maka reaksi akan sempurna, dengan hasil yaitu asam sulfanilat dengan konsentrasi 97%. Dengan kata lain Proses Baking ini sangat cocok karena asam sulfanilat yang diperoleh cukup pekat dan konversinya besar.
Kebaikan menggunakan proses baking adalah:
- Kondensor reflux digunakan untuk memanfaatkan kembali sisa anilin dan sulfat agar tidak terbuang begitu saja.
- Dilengkapi dengan propeller untuk kesempurnaan campuran.
- Sirkulasi udara dapat diatur dengan cirkulating fan.
- Dilengkapi dengan coil pemanas karena suhu diatur 100 – 150°C.
Keburukan menggunakan proses baking adalah :
- Temperatur harus tetap dijaga 150°C karena itu diperlukan pengawas.
- Larutan asam sulfat bersifat korosif dapat merusak ketel.
- Ketel harus dilengkapi pompa vakum untuk memisahkan air yang ikut terbentuk selama reaksi.

Beberapa sifat asam sulfanilat:
A. Sifat Fisika :
  1. Pada suhu kamar berbentuk kristal padat yang berwarna putih.
  2. Merupakan golongan asam yang sangat kuat.
  3. Memiliki sifat higroskopis yaitu mudah menyerap air untuk masuk ke dalam molekul-molekulnya.
  4. Berat molekul : 173,19
  5. Titik cair : 288°C
  6. Titik didih : 172-187°C
  7. Mudah larut dalam air panas dan pelarut polar lainnya


B. Sifat Kimia
  1. Asam sulfanilat dapat dihidrolisa menghasilkan asam sulfat dan anilin
NH2 SO3H + H2O NH2 + H2SO4
                               Asam Sulfanilat Air Anilin Asam Sulfat
2.      Dengan basa akan membentuk garam, dan dapat bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan p-nitro anilin
NH2 SO3H + HNO3 NH2 NO2 + H2SO4
    Asam Sulfanilat As. Nitrat p-nitro Anilin As. Sulfat
3.      Dapat bereaksi dengan amida menghasilkan sulfanilamide
      NH2 SO3H + R C NH2 SO3NH2 + RCOOHNH2
           
Asam Sulfanilat Amida Sulfanilamide As. Karboksilat
Asam sulfanilat sendiri pada dunia industri yang paling banyak adalah sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan dalam industri farmasi. Asam sulfanilat merupakan sumber bahan obat-obatan sulfa yang bersifat sebagai antibacterial agen.
Pada tahun 1935, Domagk, seorang peneliti dari Jerman, adalah orang pertama yang meneliti nilai klinis dari protonsil yaitu suatu senyawa berwarna merah yang berasal dari pewarna azo. Para-aminobenzensulfanilat merupakan bagian yang efektif dari molekul protonsil. Senyawa ini disebut sebagai sulfanilat. Sulfanilat merupakan senyawa yang pertama dari kelompoknya yang digunakan secara meluas untuk percobaan klinis, dan ditemukan bahwa obat-obatan sulfanilat memang efektif untuk pengobatan penyakit hemolitic streptococcal dan infeksi staphylococcal. Dalam jangka waktu yang relatif singkat, obat-obatan yang berhubungan dengan sulfanilat disintesa dan dilakukan juga percobaan klinis. Obat-obat sintesa tersebut antara lain: sulfapyridine, sulfathiazole, sulfaguanidine, sulfadiazine, dan sulfamerazine. Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri bukan dengan membunuh organisme.
Walaupun sejumlah efek samping dari penggunaan obat-obatan sulfanilat ditemukan, sulfanilat memegang peranan yang penting dalam dunia pengobatan sebelum adanya antibiotika. Dalam beberapa tahun belakangan, penggunaan obat-obatan yang disebut sebagai obat sulfa tersebut telah hilang, tetapi untuk kasus-kasus tertentu obat sulfa masih digunakan sebagai antimikroba. Unuk masa sekarang, sulfanilat digunakan terutama untuk mengobati infeksi ringan pada saluran urin, termasuk prostatitis yang disebabkan oleh bakteri E. Coli. Obat sulfa juga pernah digunakan dalam pengobatan meningococcal meningitis dan disentri basil. Namun, setelah beberapa tahun, ketahanan basil penyebab penyakit terhadap obat pun meningkat sehingga obat menjadi kurang efektif.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah diproduksi obat sulfa yang baru, diantaranya: trimethoprim-sulfamethoxazol. Obat ini telah meperluas pengobatan terhadap infeksi saluran urin yang berasal dari klebsiella, enterobacter dan proteus, selain E. Coli. Obat ini juga digunakan untuk pengobatan penyakit otitis akut pada anak-anak.
Sifat-sifat senyawa sulfanilat (bekerja secara cepat, dapat sinergis dengan kebanyakan obat-obatan, penyerapan yang sedikit, dan efektifitas lainnya) sangat bermanfaat. Sulfanilat efektif (yang bekerja secara cepat) meliputi sulfisoxazole, sulfadiazine, dan trisulfapyrimidine. Sedangkan sulfanilat menengah yang banyak digunakan adalah sulfamethoxazole.
Efek samping dari penggunaan sulfanilat diantaranya: dapat menimbulkan hiper-sensitivitas yang disebut ‘drug fever’, rasa mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi akibat frekuensi pemakaian sulfanilat yang berlebih. Obat-obatan sulfa biasanya jug dapat menyebabkan anemia hemolitik, dan kernicterus (pada bayi) melalui air susu ibunya yang mengkonsumsi obat sulfa tersebut.
2.      Reaksi asam sulfat pekat dengan alkohol
Reaksi sulfonasi antara asam sulfat pekat dengan alkohol dapat menghasilkan ester sulfat monoalkil atau dialkil. Misalnya :
metil hidrogen                  dimetil sulfat                  metil etil sulfat
sulfat
secara singkat reaksi sulfonasi antara alkohol dan asam sulfat adalah sebagai berikut:
ROH + H2SO4 ROSO3H + H2O
alkohol      asam sulfat    alkil hidrogen sulfat


contoh:
3.      Reaksi Sulfonasi pada pembuatan MES ( Metil Ester Sulfonat)
     Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Permukaan yaitu antarmuka dimana satu fasa kontak dengan gas, biasanya udara.
     Saat ini surfaktan deterjen masih didominasi oleh produk turunan petrokimia yang bernama Linier Alkyl Benzene Sulfonat (LABS). Semakin tingginya harga minyak bumi dunia membuat beberapa pabrikan deterjen di Amerika dan Jepang sudah mulai menggunakan metil ester sulfonat (MES) berbasis minyak nabati. Beberapa produsen oleochemical bahkan pabrik biodiesel (metil ester) sudah memasang unit sulfonasi untuk bisa paralel membuat metil ester atau terus ke MES untuk bahan deterjen.
     MES memiliki beberapa kelebihan dibandingkan surfaktan lainnya, yaitu antara lain kemampuan penyabunan yang baik; terutama yang berasal dari C16 dan C18 (dari minyak kelapa), toleransi yang baik terhadap kesadahan air, bersinergi baik dengan sabun (sebagai zat aditif sabun), daya larut dalam air yang baik, lembut dan tidak iritasi pada kulit, dan memiliki karakteristik biodegradasi yang baik.
     Produksi metil ester sulfonat dalam skala industri terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu tahap sulfonasi, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan.
a.      Tahap Sulfonasi
MES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan campuran SO3/udara. Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan organik terjadi di dalam suatu falling film reactor. Gas dan organik mengalir di dalam tube secara co-current dari bagian atas reaktor pada temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur sekitar 30oC. Proses pendinginan dilakukan dengan air pendingin yang berasal dari cooling tower. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi akibat reaksi eksoterm yang berlangsung di dalam reaktor.
Agar campuran MESA mencapai waktu yang tepat dalam reaksi sulfonasi yang sempurna, MESA harus dilewatkan kedalam digester yang memilki temperature konstan (~80oC) selama kurang lebih satu jam. Efek samping dari MESA digestion adalah penggelapan warna campuran asam sulfonat secara signifikan. Sementara itu, gas-gas yang meninggalkan reaktor menuju sistem pembersihan gas buangan (waste gas cleaning system).
b.      Tahap Pemucatan (Bleaching)
     Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, digested MESA harus diukur didalam sistem kontinu acid bleaching, dimana dicampurkan dengan laju alir metanol yang terkontrol dan hidrogen peroksida sesudahnya. Reaksi bleaching lalu dilanjutkan dengan metanol reflux dan pengontrolan temperatur yang presisi.

c.       Tahap Netralisasi
     Acid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil dan mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna antara asam sulfonat dan aliran basa dibutuhkan dalam proses netralisasi untuk mencegah lokalisasi kenaikan pH dan temperatur yang dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis yang berlebih. Neutralizer beroperasi secara kontinu, mempertahankan komposisi dan pH dari pasta secara otomatis.
d.      Tahap Pengeringan
     Selanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTubeTM Dryer dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk menghasilkan pasta terkonsentrasi atau produk granula kering MES, dimana produk ini tergantung pada berat molekul MES dan target aplikasi produk. Langkah akhir adalah merumuskan dan menyiapkan produk MES dalam komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-padat atau granula padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.


Aspirin



BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu  sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic adalah sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Coretx salicis (Jim, 2007).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia FIFA 2006 di Jerman, replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain aspirin digunakan untuk mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam berdasarkan efek penghambat agregas trombosit. Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi incident infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak stabil. Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia sekunder.
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala. Asam salisilat merupakan suatu unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar rasa sakit. Aspirin dengan esternyadengan asam asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi (Jim, 2007).
1.2         Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1.      Membuat aspirin dalam skala labor
2.      Memahami dan mempelajari reaksi yang terjadi
3.      Menghitung presentase aspirin yang dihasilkan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Asam Salisilat
2.1.1 Pengertian Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi kuat (Austin, 1984)
Turunan yang terpenting dari asam salisilat ini adalah asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Berbeda dengan asam salisilat, asam asetil salisilat memiliki efek analgesik, antipiretik dan anti inflamasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan asam salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan digolongkan ke dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga digunakan sebagai standar dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat memiliki struktur seperti gambar:
Gambar 2.1 Struktur Asam Salisilat (Stembayo, 2008)
Asam salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat dan dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat berbentuk kristal berwarna putih dan berasa manis. Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan garam yang cukup penting. Asam salisilat menjadi bahan baku pembuatan aspirin (Ganiswara,1995). Sifat fisika dan kimia dari asam salisilat dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Tabel 2.1 Sifat Fisika Asam Salisilat
Rumus Molekul
C7H6O3
Bobot molekul
138,12 gr/mol
Densitas
1,443 gr/ml
Titik leleh
156oC
Titik didih
211oC
Titik nyala
76oc
Tekanan uap
1 mmHg pada 33oC
Daya ledak
1,146 gr/cm3
Warna
Tak berwarna
(Sumber :Damayuda, 2010 )
Tabel 2.2 Sifat Kimia Asam Salisilat
No.
Sifat Kimia Asam Salisilat
1
Menyublim pada 76oC jika dipanaskan dengan cepat pada tekanan atmosfer tertentu dan terurai menjadi fenol dan C02.
2
Kelarutan dalam air meningkat oleh Na phosphate, borax, alkali asetat, atau sitrat.
3
Asam salisilat berwama kemerah-merahan jika diberi garam Fe.
4
Asam salisilat yang digunakan secara berlebihan akan menyebabkan efek samping seperti muntah, sakit perut, gangguan pernafasan, gangguan mental dan kulit (kudis).
5
Berbahaya jika terkena sinar matahari langsung.
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.1.2 Proses Pembuatan Asam Salisilat
Proses pembuatan asam salisilat dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (Damayuda, 2010) :
a.             Proses Wacker
Pada proses Wacker sodium phenolate kering direaksikan dengan karbon dioksida menggunakan fenol berlebih sebagai pelarut kemudian disuling dengan xilene dan menggunakan azeotroping agent untuk mengurangi air.
b.            Proses Wolthuis
Wolthuis mereaksikan karbon dioksida dengan potassium phenolate dengan menggunakan halogenasi benzene seperti khlorobenzene sebagai pelarutnya. Awalnya pada proses ini anhydrous potassium phenolate diperoleh dengan mendestilasi air seluruhnya menggunakan sebagian khlorobenzene.
c.             Proses Kolbe Schmitt
Pada proses ini sodium phenolate atau sodium phenate diperoleh dengan mereaksikan fenol dengan sodium hidroksida. Sodium phenolate kemudian direaksikan dengan karbon dioksida pada temperatur 180  dan menghasilkan sodium salisilat. Sodium salisilat kemudian direaksikan dengan H2SO4 dan air sehingga dihasilkan asam salisilat dan Na2SO4 sebagai produk samping (Austin, 1984).
2.2    Asam Asetat Anhidrat
2.2.1 Pengertian Asam Asetat Anhidrat
Asetat anhidrat (CH3CO)2O merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta memiliki bau yang tajam. Kapasitas produksi Amerika untuk produk asetat anhidrat ini cukup besar, yaitu lebih dari 900.000 ton per tahun. Asetat anhidrat merupakan suatu senyawa yang memiliki kegunaan yang sangat bervariasi. Asetat anhidrat digunakan dalam pembuatan cellulose asetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik (Stembayo, 2008). Asetat anhidrat memiliki struktur seperti pada gambar
Gambar 2.2 Struktur Asetat Anhidrat (Stembayo, 2008)
Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan. Sifat fisika dan kimia asam asetat anhidrat dapat dilihat pada tabel 2.3 dan tabel 2.4.
Tabel 2.3 Sifat Fisika Asetat Anhidrat
Rumus Molekul
(CH3CO)2O
Bobot molekul
102,09 gr/mol
Titik beku
-73oC
Titik didih (760 mmHg)
139,06oC
Densitas pada 20oC
1,08 gr/ml
Viskositas pada 25oC
0,843 mPa.s
(Sumber : Fessenden, 1991)
Tabel 2.4 Sifat Kimia Asetat Anhidrat
No.
Sifat Kimia Asetat Anhidrat
1
Mudah menguap dan mudah terbakar
2
Larut dalam air membentuk asam asetat, dengan alkohol membentuk etil asetat, larut dalam kloroform dan eter 
3
Asetat anhidrat merupakan cairan yang sangat reaktif
4
Menyebabkan iritasi dan matinya jaringan, hindari kontak dengan kulit dan mata 
5
Asetat anhidrat digunakan sebagai pelarut
(Sumber : Celanase, 2010)
2.2.2 Reaksi-Reaksi pada Asetat Anhidrat
Asetat anhidrat  merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta memiliki bau yang tajam (Kirk, 1981). Beberapa reaksi yang dapat terjadi pada asetat anhidrat adalah (Kirk, 1981) :
1.      Asetilasi
C6H4CH3NH2 + (CH3CO)2O → C6H4CH3NHCOCH3 + CH3COOH
2.      Hidrolisis menjadi asam asetat
(CH3CO)2O + H2O → 2CH3COOH
3.      Amonolisis menjadi acetamida
(CH3CO)2O + 2NH3 → CH3CONH2 + CH3COONH4  
4.   Alkoholisis menjadi ester
      (CH3CO)2O + CH3OH → CH3COOCH3 + CH3COOH
5.   Pembentukan ketone melalui Friedel-Crafts acylation
      (CH3CO)2O + ArH → CH2COAr + CH3COOH
6.   Reaksi kondensasi (Perkin)
      C6H5CHO + (CH3CO)2O → C6H5CH=CHCOOCH3 + CH3COOH
2.3    Asam Sulfat
2.3.1 Pengertian Asam Sulfat
Asam sulfat banyak digunakan dalam industri. Asam sulfat merupakan asam mineral anorganik, larut pada air dan mengeluarkan panas (eksotermis). Uapnya amat iritatif terhadap saluran pernapasan. Digunakan dalam pemrosesan biji mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Struktur asam sulfat dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.3 Struktur Asam Sulfat
Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat. Jika air ditambahkan kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan isi padu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam (Amanda, 2013). Sifat fisika dan kimia asam sulfat dapat dilihat pada tabel 2.5 dan tabel 2.6.
Tabel 2.5 Sifat Fisika Asam Sulfat
Wujud
Berbentuk  cair (cairan berminyak tebal)
Berat Molekul
98,08 gr/mol
Titik Didih
270°C (518°F)
Titik Leleh
-35°C (-31°F)
Warna
Tidak berwarna



Tabel 2.6 Sifat Kimia Asam Sulfat
No
Sifat Kimia Asam Sulfat
1
Sebagai katalisator
2
Tersimpan di lemari asam karena merupakan zat berbahaya
3
Sifatnya mudah menguap dan mudah terbakar
4
Mudah larut dalam air dingin dan etil alcohol
2.4    Alkohol (Etanol)
2.4.1 Pengertian Alkohol (Etanol)
Alkohol yang sering dipakai sebagai pelarut dalam skala labor adalah etanol, yang biasanya juga disebut grain alcohol dan terkadang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman yang mengandung alkohol. Selain itu, alkohol jenis ini juga sering digunakan dalam bidang industri dan dunia farmasi (Fessenden, 1991).
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama. Gugus fungsi hidroksil dapat dilihat pada gambar (Ganiswara, 1995)
Gambar 2.4 Gugus Fungsi Hidroksil (Fessenden, 1991)
Etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat fisika etanol  yaitu berat molekulnya 46,07 gr/mold an mempunyai warna jernih atau tidak berwarna (Damayuda,2010). Sifat kimia dari etanol dapat dilihat pada tabel 2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7 Sifat Kimia Etanol
No.
Sifat Kimia Etanol
1
Mudah terbakar dan baunya enak
2
Leburan ethanol  memadat pada suhu antara suhu 130oC
3
Dapat dicampurkan dengan air dan banyak cairan organik
4
Simpan dalam wadah tertutup rapat, dingin dan jauhkan dari api 
5
Digunakan sebagai pelarut
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.5    Ferri Klorida
Besi (III) khlorida berbentuk hablur atau serbuk, berwarna hitam  kehijauan, bebas warna jingga dari garam hidrat dan larut dalam air (George, 1997). Struktur ferri klorida dapat dilihat pada gambar
                                     
Gambar 2.5 Struktur Ferri Klorida (George, 1997)
Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik. Sifat fisika ferri klorida dapat dilihat pada tabel 2.8 di bawah ini.
Tabel 2.8 Sifat Fisika Ferri Klorida
Berat Molekul
162,21 g/mol
Titik didih
316°C (600,8°F)
Titik Leleh
306°C (582,8°F)
(Sumber :George1997)
Sifat kimia dari ferri klorida yaitu mudah menguap jika dibuka lama-lama, asam Lewis yang relatif kuat, dan bereaksi membentuk adduct dengan basa-basa Lewis, bereaksi dengan cepat terhadap oksalat membentuk senyawa kompleks, dan bersifat larut dalam air (Austin, 1984).
2.6    Aquades
         Aquades adalah air hasil destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut yang universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral (Stembayo, 2008).
Air suling memiliki sifat fisika yaitu bentuk aquades yang cair, tidak berbau, memiliki berat molekul 18,02 g/mol, aquades tidak berwarna serta memiliki titik didih sebesar 100  (212 ). Sedangkan sifat kimia yang dimiliki aquades yaitu dapat mempercepat (mengkatalis) hampir semua reaksi kimia yang diketahui (Stembatyo, 2008).
2.7     Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat. Aspirin dibuat dengan reaksi asetylasi. Reaksi asetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu substrat yang sesuai. Gugus acetyl adalah R-COO- (dimana R merupakan alkil atau aril). Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat dengan bantuan sedikit katalis yaitu asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid ) berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Struktur kimia aspirin dapat dilihat pada gambar
                                             
Gambar 2.6 Struktur Kimia Aspirin (Ezza, 2013)
Sifat fisika dan kimia dari aspirin dapat dilihat pada tabel 2.9 dan tabel 2.10 di bawah ini.
Tabel 2.9 Sifat Fisika Aspirin
Wujud
Bentuknya solid
Berat molekul
180,16 g/mol
Titik didih
Diatas 70oC
Titik leleh
139oC
(Sumber : Damayuda, 2010)
Tabel 2.10 Sifat Kimia Aspirin
No.
Sifat Kimia Aspirin
1
Tidak mudah terbakar
2
Larut dalam air, etanol, dan kloroform
3
Disimpan pada tempat yang steril
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.7.2 Sejarah Aspirin
Awal mula punggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (buyer) (Ezza, 2013).
Senyawa alami dari tumbuhan yang dijadikan sebagai obat ini telah ada sejak awal mula peradaban manusia untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat dalam bentuk ukiran-ukiran bebatuan. Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas. Seorang ahli farmasi Jerman, Buchner berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin, senyawa ini memiliki aktifitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam. Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris C7H603. Bayer merupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam asettilsalisilat). Aspirin adalah zat sintetik pertama didunia dan penyebab utama perkembangan industri farmateutikal (Ezza, 2013).
2.7.3 Pembuatan Aspirin
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Anhidrida asam karboksilat dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Perlu diperhatikan saat menggunakan anhidrida asetat pipet yang digunakan benar-benar bersih dan kering karena air dapat menghidrolisis Aspirin dihasilkan melalui reaksi sesuai persamaan berikut :
2.7.4 Manfaat Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0,3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian (Ezza, 2013).
2.7.5 Bahaya Aspirin
Penggunaan aspirin di kalangan anak-anak sangat tidak dianjurkan. Hal ini disebabkan aspirin dapat menimbulkan efek samping yang disebut sebagai penyakit Reye. Suatu keadaan yang membawa kepada kerusakan hati, otak dan dapat menyebakan kematian (Tito, 2011).
Mengkonsumsi aspirin harus sesuai dosis, jika melebihi dosis yang dianjurkan yaitu 20-25 gm akan menyebabkan kematian. Pada awalnya, dampak yang ditimbulkan yaitu akan berasa muntah, lesu dan sakit perut. Kemudian akan mengganggu alat pendengaran, mengeluarkan keringat yang berlebihan, suhu badan akan meningkat dan akhirnya tidak sedarkan diri dan denyutan jantung akan berhenti (Ezza, 2013).
2.8    Reaksi-reaksi Aspirin
   1.   Reaksi Asetilasi
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi yang memasukkan gugus asetil ke dalam suatu substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO (dimana R merupakan alkil atau aril). Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat dengan bantuan sedikit asam sulfat pekat sebagai katalisator (Habib, 2009).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam asetil salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Irdoni H.S dan Nirwana H.Z, 2015).
 2.   Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat–zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumen spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti destilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya (Habib, 2009)
Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa kotoran tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (George, 1997).
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran– saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai berikut (Fessenden, 1991) :
a)      Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
b)      Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena  mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibit, mungkin akan efektif.
c)      Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
d)     Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.
   3.   Reaksi Uji Kemurnian
Uji ini digunakan untuk menguji apakah kristal yang kita dapat itu murni kristal aspirin atau tidak. Sebelum ditambahkan FeCl3, ditambahkan terlebih dahulu alkohol yang bertujuan untuk melarutkan sampel. Namun sampel tidak larut ke dalam alkoholnya, hal ini wajar karena asam salisilat dan aspirin kurang larut dalam volume air yang kecil. Setelah itu ditambahkan FeClkedalam campuran untuk diuji. Asam salisilat membentuk kompleks berwarna ungu dengan penambahan FeClini. Kompleks ungu ini hanya bisa terjadi antara asam salisilat dengan FeClkarena dalam molekul asam salisilat, atom O (nukleofil) dalam gugus OH akan menyerang atom Fe dengan melepaskan atom H nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2. Aspirin tidak membentuk kompleks berwarna ungu dengan uji ini karena struktur aspirin tidak memiliki gugus OH. Reaksi asam salisilat dengan FeCl3 terdapat pada gambar
Gambar 2.8 Reaksi Asam Salisilat dengan FeCl3 (Prasetya, 2009)










BAB III
 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1    Alat-alat yang digunakan
1.            Batang pengaduk
2.            Corong Buchner
3.            Gelas piala
4.            Kertas saring
5.            Labu didih dasar bulat
6.            Penangas air
7.            Pipet tetes
8.            Pompa vakum
9.            Tabung reaksi
10.        Termometer
11.        Timbangan analitik

3.2    Bahan-bahan yang digunakan
1.            Alkohol
2.            Aquades
3.            Asam salisilat
4.            Asam sulfat pekat
5.            Asetat anhidrat
6.            Ferri klorida

3.3    Prosedur kerja
3.3.1  Pembutan Aspirin
1.            Masukkan 5 gram asam salisilat, 12 ml asetat anhidrat, dan 4 tetes asam sulfat pekat ke dalam labu didih dasar bulat
2.            Labu digoyang-goyangkan agar zat tercampur baik, pekerjaan ini dilakukan dalam lemari asam
3.            Kemudian, labu dipanaskan diatas penangas air pada temperatur 50 -60  sambil diaduk selama 15 menit
4.            Larutan didinginkan pada suhu kamar dan diaduk sekali-sekali
5.            Selanjutnya, tambahkan 40 ml aquades dan diaduk dengan sempurna
6.            Terakhir endapan disaring menggunakan pompa vakum
6.3.1  Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
1.            Kristal aspirin yang didapat tadi larutkan dalam 15 ml alkohol hangat
2.            Kemudian ditambahkan 40 ml air hangat kedalam campuran aspirin dan alkohol tersebut
3.            Kemudian, larutan dipanaskan dalam penangas air hingga semua aspirin larut, saring larutan dan endapan dalam keadaan panas dan cepat
4.            Larutan didinginkan pada temperatur kamar
5.            Larutan tersebut diamati hingga kristal yang terbentuk cukup banyak
6.            Selanjutnya, larutan dan endapan disaring menggunakan kertas saring dengan corong buchner, sebelumnya kertas saring yang digunakan ditimbang terlebih dahulu
7.            Timbang berat aspirin yang sudah kering
8.            Kemudian dihitung rendemennya
8.3.1  Uji Kemurnian Aspirin                 
1.            Ambil sedikit kristal aspirin hasil rekristalisasi tadi, kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi I
2.            Selanjutnya, ambil sedikit asam salisilat kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi II
3.            Kristal aspirin dan asam salisilat dilarutkan menggunakan 1 ml alkohol.Pada setiap tabung reaksi ditambahkan 3 tetes ferri klorida dan diamati, larutan asprin berubah menjadi putih bening yang menandakan aspirin yang dibuat sudah murni, sedangkan pada asam salisilat larutan berwarna ungu, asam salisilat ini hanya digunakan sebagai pembanding saja.

3.3         Rangkaian Alat







 Corong Buchner





Erlemeyer  vakum




Gambar 3.3 Proses Penyaringan

Gambar 3.4 Proses Rekristalisasi

BAB IV
 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil Praktikum
4.1.1 Data Pengamatan Pembuatan Aspirin
Tabel 4.1 Bahan Pembuatan Aspirin
No
Bahan
Jumlah
1
Asam salisilat
5 gram
2
Asetat anhidrat
12 ml
3
H2SO4
4 tetes
4
Aquades
60 ml
Tabel 4.2 Pengamatan Pembuatan Aspirin
No.
Campuran dan Perlakuan
Pengamatan
1
5 gr asam salisilat + 12 ml asetat anhidrat + 4 tetes H2SO4 pekat (dipanaskan pada suhu 50°C-60°C)
Larutan Putih Keruh
2
Larutan + 60 ml aquadest
Terbentuk endapan putih
3
Disaring dengan pompa vakum
Dihasilkan bubuk aspirin kering
4
Berat aspirin yang belum murni yang disaring pompa vakum
Berat aspirinnya 9,004 gram

4.1.2 Data Pengamatan Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
Tabel 4.4 Pengamatan Rekristalisasi Aspirin
No.
Campuran dan Perlakuan
Pengamatan
1
Aspirin + 7 ml alkohol hangat + 40 ml air hangat
Larutan berwarna keruh dan tidak ada endapan
2
Larutan dipanaskan
Timbul sedikit endapan
3
Larutan didinginkan dengan es batu selama 1,5 jam
Terbentuk banyak endapan berupa kristal aspirin
4
Larutan disaring dengan pompa vakum
Diperoleh aspirin berupa kristal halus (bubuk)

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Rekristalisasi Aspirin
No
Berat
Hasil
1
Berat kertas saring
2,16 gram
2
Berat aspirin murni + kertas saring
9,529 gram
3
Berat aspirin murni
7,369 gram

4.1.3    Data Pengamatan Uji Kemurnian Aspirin
Tabel 4.6 Pengamatan Uji Kemurnian Aspirin
No
Perlakun
pengamatan
1
Kristal aspirin + 1 ml alkohol
Lerutan bening
2
Kristal aspirin + 1 ml alkohol + 3 tetes FeCl3
Lerutan menjadi bening keunguan

4.2    Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Aspirin
Dalam pembuatan aspirin hal pertama yang dilakukan ialah memasukkan 5 gram asam salisilat dengan gugus fenol. Asam salisilat berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Kemudian asam salisilat ini ditambahkan dengan 12 ml asam asetat anhidrat yang memiliki gugus asetil sedikit demi sedikit kedalam labu didih dasar bulat. Digunakan asetat anhidrat karena asetat anhidrat tidak mengandung air dan akan dengan mudah menyerap air sehingga air yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi salisilat dan asetat dapat dihindari. Kemudian tambahkan dengan 4 tetes asam sulfat pekat sebagai katalis. Penambahan asam sulfat menyebabkan larutan menjadi putih keruh. Pereaksian ini dilakukan didalam lemari asam karena reaksi ini merupakan reaksi yang menghasilkan panas atau eksoterm.
Setelah itu, labu digoyangkan agar zat tercampur dengan baik. Perlakuan ini dilakukan dalam lemari asam. Hal ini dilakukan karena asam sulfat mudah terbakar jika terkontaminasi dengan udara. Setelah zat tercampur dengan baik, maka seluruh asam salisilat larut dalam asetat anhidrat. Asetat anhidrat berperan sebagai pelarut, sedangkan asam sulfat berperan sebagai katalis yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi.
Kemudian larutan dalam labu dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk selama 15 menit dengan tujuan untuk menurunkan energi aktifasi sehingga mempercepat terjadinya suatu reaksi yang sesuai dengan teori tumbukan dan suhunya berkisar 50°C-60°C, hal ini dikarenakan suhu tersebut adalah suhu optimum untuk pembentukan aspirin. Jika suhu berada di atas 60°C maka aspirin yang terbentuk akan terurai dan jika suhunya berada di bawah 50°C maka reaksi akan berjalan lambat.
Kemudian campuran didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin ditambahkan 60 ml aquades dan diaduk dengan sempurna. Hal ini dilakukan agar kotoran larut dalam air, sedangkan aspirin tidak larut dalam air, karena asam salisilat sebagai bahan baku aspirin merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terbentuk kristal aspirin yang maksimum.
Kemudian larutan didinginkan, tujuannya adalah untuk membentuk suatu enadapan padatan. Karena pada suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan bergerak melambat dan pada akhirnya membentuk endapan. Selanjutnya kristal disaring dengan menggunakan corong buchner dan pompa pengisap/vakum. Setelah disaring maka dihasilkanlah kristal aspirin berupa bubuk putih yang kering.
4.2.2 Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
Tahap rekristalisasi ini bertujuan untuk memperoleh aspirin yang murni.  Pertama, aspirin dilarutkan dalam 15 ml alkohol hangat. Sehingga terbentuk larutan aspirin berwarna bening. Lalu, ke dalam larutan aspirin tersebut dituangkan 40 ml air hangat dan larutan pun mulai keruh. Disini alkohol digunakan untuk memurnikan aspirin yang telah terbentuk tadi, sedangkan air berfungsi untuk membantu proses pelarutannya sekaligus bereaksi memperbanyak endapan. Alkohol dan air yang digunakan dalam keadaan hangat yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Kemudian larutan dalam labu dipanaskan dengan menggunakan penangas air sampai larutan tercampur dengan baik. Sebelum didinginkan dalam es, larutan dibiarkan pada suhu kamar.
Setelah itu, larutan jernih didinginkan dalam es selama 1,5 jam. Pendinginan larutan selama 1,5 jam tersebut dimaksudkan untuk membentuk endapan pada larutan, karena pada suhu dingin molekul-molekul dalam larutan bergerak lambat dan pada akhirnya menyatu menjadi endapan. Selanjutnya, larutan disaring menggunakan kertas saring dengan corong buchner dan juga pompa vakum. Dalam tahap ini diperoleh kristal aspirin berwarna putih dan bersih. Setelah aspirin kering, lalu berat aspirin ditimbang dan dihitung rendemennya. Dalam percobaan ini diperoleh aspirin sebanyak 7,369 gr dan rendemennya 44%. 
4.2.3 Uji Kemurnian Aspirin                          
Setelah mengalami tahap pemurnian, maka tahap selanjutnya adalah menguji kemurnian aspirin tersebut. Pertama, diambil sedikit kristal aspirin hasil rekristalisasi dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Selanjutnya, diambil sedikit asam salisilat, dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda. Lalu, kristal aspirin dan asam salisilat dilarutkan menggunakan alkohol masing-masing 1 ml. Dalam hal ini terbentuk larutan putih bening pada kedua tabung.
Selanjutnya, ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida pada setiap tabung. Ini dilakukan untuk melihat perubahan warna pada kedua senyawa tersebut. Hasilnya adalah tabung reaksi yang berisi asam salisilat menghasilkan larutan berwarna ungu dan pada tabung aspirin larutan berwarna bening keunguan. Hal ini menunjukan bahwa aspirin telah murni.

















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1    Kesimpulan
·               Dari 5 gram asam salisilat, 12 ml asetat anhidrat dan 4 tetes asam sulfat dihasilkan aspirin yang belum murni sebanyak 9,004 gram.
·               Rendemen aspirin yang didapatkan adalah sebesar 44%.
·               Aspirin yang murni adalah warna bening.
5.2    Saran
·               Usahakan agar tidak ada aspirin yang tertinggal didalam wadah (labu didih dasar bulat) sehingga tidak mengurangi rendemen.
·               Ketika larutan aspirin dalam labu didinginkan dengan batu es, perhatikan kristal yang terbentuk.
·               Gunakan alat yang bersih, agar kemurnian aspirin tetap terjangkau.








Daftar Pustaka
Amanda, 2013, “Fungsi Asam Sulfat”, http://logku. blogspot. com, Diakses Minggu 29 Maret 2015.
Austin, 1984, Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed. McGraw-  Hill Book Co, Singapura.
Damayuda, 2010, “Asam Salisilat (C7H6O2)”, http://damayuda.blogspot.com, Diakses Senin 30 Maret 2015.
Ezza, 2013, “Sejarah Aspirin”, http://chemistryanalist.wordpress.com, Diakses Minggu 29 Maret 2015
Fessenden, Ralph J. dan Fessenden, Joan S., 1991,  Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Ganiswara, 1995, “Etanol”, http:// ganiswara. blogspot. com, Diakses Senin 30 Maret 2015
George, Hammond, 1997, Kimia Organik”, ITB, Bandung
Irdoni,HS dan Nirwana,HZ, 2014,  Modul Praktikum Kimia Organik”, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru.
Kirk, R.E, 1981, Encyclopedia of Chemical Engineering Technology”, halaman 160
Stembayo. 2008,Belajar Kimia Punk”, http://oteka-stembayo. blogspot .com, Diakses Minggu 11 Mei 2014.
Habib, 2009, Esterifikasi, Fenol, Sintesis, dan Aspirin”, http://habib, 2009. ugm. ac. id/kuliah/esterifikasi – fenol – sintesis - aspirin