Rabu, 26 Agustus 2015

ASETANILIDA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar  Belakang
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat  (Anwar, 2009).
Asetanilida atau yang sering disebut  phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 dibuat dengan proses kristalisasi antara anilin dan asam asetat glasial. Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau lelehan. Asetanilida digunakan sebagai bahan baku obat-obatan, Sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan, Sebagai zat awal pembuatan penicilium, bahan pembantu dalam industri cat dan karet, dan Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida. Melihat banyaknya kegunaan asetanilida, karena itulah dilakukan praktikum pembuatan asetanilida dalam skala labor untuk mengamati reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan asetanilida tersebut (Anwar, 2009).

1.2       Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan yang dilakukan yaitu :
·         Mempelajari dan memahami pembuatan asetanilida skala labor
·         Mempelajari reaksi asilasi
·         Menghitung berat asetanilida yang dihasilkan, persentase rendemen, dan kadar air



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Bahan Dasar Pembuatan Asetanilida

Secara teoritis anilin dan asam asetat glasial dapat digunakan dalam pembuatan asetanilida. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang mempertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk pembuatan asetanilida. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan asetanilida antara lain (Pramushinta, 2011).

2.1.1    Anilin 

Anilin merupakan senyawa organik dengan komposisi C6H7N yang termasuk kedalam senyawa aromatik, dengan bantuan anilin dapat menjadi bahan konduktor dengan nilai konduktivitas tertentu. Panjang gelombang maksimal anilin adalah 230 nm. Hal ini disebabkan oleh NH2 yang berinteraksi dengan elektron, cincin untuk meningkatkan densitas elektron di keseluruhan cincin, terutama pada posisi orto dan para dari cincin. Anilin merupakan bahan kimia yang dapat dibuat dari beberapa macam cara dan bahan, serta dapat digunakan untuk membuat berbagai macam produk kimia. Didalam era industrialisasi saat ini anilin mempunyai peranan penting dan banyak digunakan sebagai zat pewarna dan karet sintetis dalam dunia industri (Anwar, 2009).

2.1.2    Sifat Fisika dan Kimia Anilin
Table 2.1 Sifat Fisika Anilin
Rumus molekul
C6H5NH2
Berat molekul
93,12 g/gmol
Titik didih normal
184,4 oC
Suhu kritis
426 oC
Tekanan kritis
54,4 atm
Wujud
Cair
Sumber :Anwar (2009)
Sifat-sifat kimia anilin
·      Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer menghasilkan endapan 2, 4, 6 tribromo anilin.
·      Pemanasan anilin hipoklorid dengan senyawa anilin sedkit berlebih pada tekanan sampai 6 atm menghasilkan senyawa diphenilamine.
·      Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135-170 0C dan tekanan 50-500 atm menghasilkan 80% cyclohexamine (C6H11NH2).
·      Sedangkan hidrogenasi anilin pada fase uap dengan menggunakan katalis nikel menghasilkan 95% cyclohexamine.
·      Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada suhu -20 0C menghasilkan mononitroanilin, dan nitrasi anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0 0C menghasilkan 2,4 dinitrophenol (Safrizal, 2013).

2.1.3    Proses Pembuatan Anilin

           




Gambar 2.1 Proses Pembentukan Anilin (Austin, 2008).
            Proses pembuatan anilin dapat dilakukan melalui berbagai macam proses antara lain :
1.        Aminasi Chlorobenzen
Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amonia cair, dalam fasa cair dengan katalis Tembaga Oksidasi yang  dipanaskan akan menghasilkan 85- 90 % anilin. Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah Tembaga Klorida yang terbentuk dari hasil reaksi samping ammonium klorida dengan Tembaga Oksidasi. Mula-mula amonia cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan chlorobenzen dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran chlorobenzen dengan amonia dilewatkan ke reaktor dengan suhu reaksi 235 °C dan tekanan 200 atm.
Pada reaksi ini ammonia cair yang digunakan  berlebihan. Dengan menggunakan katalis tertentu, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
C6H5Cl + 2 NH3 ===> C6H5NH2+ NH4Cl……………………………………………….(1)
Pada proses aminasi chlorobenzen, hasil yang diperoleh berupa nitro anilin dengan yield yang dihasilkan adalah 96 % (Fesenden, 1999).
2.     Reduksi Nitrobenzen
a. Reduksi fasa cair
Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam (HCl) serta adanya iron boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara 50 - 500 atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air, dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :
4 C6H5NO2  +  11 H2     ===>  4 C6H5NH2 +  8 H2O……………………………………(2)
Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang digunakan tinggi sehingga kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang dihasilkan adalah 95 % (Fesenden, 1999).
b. Reduksi fasa gas
Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai pereduksi adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan katalisator Nikel Oksida, reaksinya sebagai berikut :
C6H5NO2 + 3 H2 ===> C6H5NH2 + 2H2O……………………………………………..(3)
Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C dan tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena mengeluarkan panas. Yield yang dihasilkan pada proses ini adalah 98 % dan kemurnian dari hasil (anilin) yang tinggi ini (99 %) mengakibatkan anilin dari segi komersial dapat digunakan (Fesenden, 1999).
2.1.4    Sejarah Anilin
Anilin pertama kali diisolasi dari distilasi pada tahun 1826 oleh Otto Unverdorben, yang menamainya kristal. Pada tahun 1834, Friedrich Runge, terisolasi dari tar batubara zat yang menghasilkan warna biru yang indah pada klorida kapur, yang bernama kyanol atau cyanol. Pada tahun 1841, CJ Fritzsche menunjukkan bahwa, dengan memperlakukan dengan potas api, itu menghasilkan minyak, yang ia beri nama anilina, dari nama spesifik dari salah satu menghasilkan tanaman nila, dari Portugis anil, dari bahasa Arab an- nihil "nila" asimilasi dari al-nihil, dari nila Persia. Tentang waktu yang sama NN Zinin menemukan bahwa, untuk mengurangi nitrobenzena, dasar terbentuk  yang ia beri nama benzidam.
 Agustus Wilhelm von Hofmann menyelidiki zat tersebut dengan berbagai cara, dan terbukti mereka menjadi identik (1855), dan sejak itu mereka mengambil tempat mereka sebagai satu tubuh, dengan nama atau Fenilamin anilin. Penemuan ungu muda tahun 1856 oleh William Henry Perkin adalah yang pertama dari serangkaian-serangkaian luas pengolahan bahan celup, seperti fuchsine, safranine dan induline. Itu industri skala digunakan pertama dalam pembuatan mauveine, sebuah ungu pewarna ditemukan pada 1856 oleh Hofmann siswa William Henry Perkin. Pada saat itu penemuan mauveine, anilin merupakan senyawa laboratorium mahal, tapi segera disiapkan menggunakan proses yang sebelumnya ditemukan oleh Antoine Béchamp. Industri pewarna sintetis tumbuh pesat sebagai pewarna anilin baru berbasis ditemukan di tahun 1850-an dan 1860-an (Kirk, 1981).
2.1.5    Asam Asetat Glasial
Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat, yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2, dan rumus molekul CH3COOH. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat termasuk ke dalam golongan asam karboksilat dengan rumus molekul CH3COOH, berwujud cairan kental jernih atau padatan mengkilap, dengan bau tajam khas cuka, titik leburnya 16,7 °C, dan titik didihnya 118,5° C (Safrizal,2013).
Senyawa murninya dinamakan asam etanoat glasial. Dibuat dengan mengoksidasi etanol atau dengan mengoksidasi butana dengan bantuan mangan (II) atau kobalt (II) etanoat larut pada suhu 200°C. Asam asetat digunakan dalam pembuatan anhidrida etanoat untuk menghasilkan selulosa etanoat (untuk polivinil asetat). Senyawa ini juga dapat dibuat dari fermentasi alkohol, dijumpai dalam cuka makan yang dibuat dari hasil fermentasi bir, anggur atau air kelapa. Beberapa jenis cuka makan dibuat dengan menambahkan zat warna (Safrizal, 2009).

2.1.6    Sifat Fisika dan Kimia Asam Asetat Glasial

Table 2.2 Sifat-Sifat Fisik Asam Asetat Glasial
Rumus molekul
CH3COOH
Massa molar
60.05 g/mol
Densitas dan fase
1.049 g cm−3, cairan 1.266 g cm
Titik lebur
16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)
Titik didih
118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)
Penampilan
Cairan tak berwarna atau Kristal
Keasaman
4.76 pada 25°C
Sumber : Anwar (2009)
Sifat-sifat kima asam asetat glasial
·         Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat).
·         Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa.Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka.Hampir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)……………........(10)
NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)…..…..(11)
·        Asam asetat mengalami reaksi-reaksiasam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat.
·         Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik (Fessenden,1999).

2.1.7    Reaksi Pembuatan Asam Asetat Glasial

1.   Karbonilasi metanol

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO → CH3COOH……………………………………………………………(4)
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
CH3OH + HICH3I + H2O…………………………………………………………….(5)
CH3I + CO → CH3COI………………………………………………………………….(6)
CH3COI + H2O → CH3COOH + HI……………………………………………………(7)
Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese pada tahun 1925. Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu 200 atm menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial (Anwar, 2009).
            Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2] yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990-an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau"(ramah lingkungan) dari metode sebelumnya, sehingga menggantikan proses Monsanto  (Anwar, 2009).

2.         Oksidasi Asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara disertai dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.
2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O…………………………………….………….(8)
Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namun butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C dan 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak lagi (Pramushinta,2011).
Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigenudara menghasilkan asam asetat.
2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH……………………………………………………….(9)
Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi (Pramushinta,2011).
2.1.8    Sejarah Asam Asetat Glasial
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi (Nadya,2008).
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli kimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimiaPrancisPierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama (Synyster,2006).
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbesintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasikarbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui elektrolisis menjadi asam asetat.Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat (Priyatmono,2008).
2.2       Bahan Pendukung
2.2.1    Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut yang universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan aquades (H2O) karena mengandung banyak mineral (Anwar, 2009).

2.2.2        Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol memiliki sifat fisis dan kimia sebagai berikut (Anwar, 2009) :
Tabel 2.3 Sifat - Sifat Fisika Etanol
Molekul formula
C2H5OH
Kelarutan
Larut
Molekul berat
46,0414
Spesifik gravity/kepadatan
0,790 @200C
Bentuk
cairan bening
Sumber : Anwar (2009)
Sifat-sifat kimia :
·         Stabilitas kimia : stabil dibawah suhu normal dan tekanan
·         Kondisi yang dihindari : bahan non-kompatibel, sumber pengapian, panas berlebih, oksidasi.
·         Kompatibel dengan bahan lain : oksidator kuat, asam, logam alkali, ammonia, hidrazin, proksida, natrium, anhididra asam, kalsium hipoklorit, klorida chromyl, perklorat nitrosyl, pentafluoride bromin
2.3       Sintesis Asetanilida
2.3.1    Reaksi Pembuatan Asetanilida
1.   Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
C6H5NH2 + (CH3CO)2O            C6H5NHCOCH3 + CH3COOH………………………..(12)
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan pendinginan, sedangkan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrad dapat diganti dengan asetil klorida.
2.      Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis.Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk.
C6H5NH2 + CH3COOH              C6H5NHCOCH3 + H2O………………………………(13)
Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC – 160oC. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer (Austin, 2008).
3.      Pembuatan asetanilida dari ketena dan anilin
Ketena (gas) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O            C6H5NHCOCH…………….…………………………(14)
4.      Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan  menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 + CH3COSH                         C6H5NHCOCH3 + H2S……………………………..(15)
2.3.2    Rekristalisasi
            Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar di peroleh zat murni atau kristal yang lebih murni. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai  (Synyster, 2010).
Proses rekristalisasi melibatkan beberapa cara yaitu (Pramushinta, 2011) :
1. Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan ke dalam pelarut yang sesuai atau dekat titik didihnya.
2. Menyaring  larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut.
3.  Biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal.
4. Memisahkan kristal dari larutan berair.
Syarat untuk rekristalisasi adalah menggunakan pelarut, dimana pelarut yang dipakai harus dapat melarutkan kristal tersebut. Pelarut adalah suatu zat yang mengandung beberapa bahan (material) yang digunakan untuk melarutkan bahan (material) lainnya. Pelarut, terutama pelarut organik mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan, produktifitas, dan efisiensi di lingkungan kerja atau industri. Pelarut diklasifikasikan menjadi dua (Pramushinta, 2011) yaitu :
1.                  Pelarut aquades (Pelarut Air)
Dasar dari pelarut jenis ini adalah air. Sebagai contoh larutan asam, larutan basa dan deterjen yang dilarutkan di dalam air. Umumnya sistem pelarut air memiliki tekanan uap yang rendah pada suhu kamar sehingga bahaya potensial oleh penghirupan dan sistemik toxicity tidak besar.
Contoh dari pelarut air adalah asam-asam organik biasa seperti hidrogen halida (HF, HCl, HI, dan HBr), asam-asam oksigen seperti nitrat/HNO3, fosfat/H3PO4, dan sulfat/H2SO4, dan lain-lain seperti hidrogen sulfida/H2S, dan hidrogen sianida/HCN.
Pengaruh pelarut ini bagi kesehatan berubah-ubah sesuai dengan konsentrasinya. Hal yang sering terjadi yaitu kontak terhadap jaringan tubuh termasuk iritasi (mucous membrane) selaput lendir atau saluran pernapasan. Seperti iritasi yang disebabkan oleh oksidasi HCl dan dehidrasi oleh H2SO4, HCN, dan H2S. Asam-asam tersebut sangat beracun dengan akibat yang berbeda dibanding dengan asam lainnya. Asam tersebut dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam yang ada dalam enzyme (Cytochrome) yang dapat mencegah terjadinya metabolisme oksigen dalam sel (Pudjaatmaka, 1992).
2.                  Pelarut Non Aqueous (Pelarut Organik)
Pelarut organik sangat berbahaya bagi kesehatan karena pelarut organik adalah pelarut yang mengandung bahan kimia yang dapat menguap dengan cepat di udara dan menghasilkan kadar uap yang tinggi pada keadaan tertentu. Bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh pelarut organik tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifatnya yang khusus atau karakteristik pelarut, namun juga ditentukan oleh cara-cara penggunaannya. Pelarut organik mempunyai sifat yang sebagian besarnya dapat menyebabkan hilangnya kesadaran (Pudjaatmaka, 1992).
2.4       Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih (kristal) tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 g/gmol (Nadya, 2008).
Gambar 2.2 Asetanilida (Priyatmono, 2008)
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Nadya, 2008).
2.4.1    Reaksi Asilasi dan Asetilasi
Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula.
Gambar 2.3 Gugus Asil (Pudjaatmaka, 1992).

Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan: alkanoilasi) adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil.Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil klorida, CH3COCl, sebagai agen dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena (Pramushinta, 2011).
Gambar 2.4 Contoh Reaksi Asilasi (Pudjaatmaka, 1992).
Asil halida dan anhidridaasam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen pengasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester. Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil; mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilik. Asam suksinat juga umumnya digunakan pada beberapa tipe asilasi yang secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat diadisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi adalah sintesis aspirin, di mana asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrida (Pudjaatmaka, 1992).
Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu subtrat yang sesuai.
Gambar 2.5 Gugus Asetil (Pudjaatmaka, 1992).
Gugus acetyl adalah R – C – OO’ (dimana R = alkil atau aril). Asam Salisilat merupakan senyawa turunan Asam benzoat yang dikenal juga dengan nama asam orto-hidroksi benzoat. Perbedaan Reaksi Asilasi dan Asetilasi adalah pada senyawa yang disutitusi pada senyawa, pada reaksi asilasi yang di substitusikan adalah gugus asil, sedangkan pada asetilasi yang direaksikan adalah gugus asetil (Pudjaatmaka, 1992).
2.4.2         Sifat Fisika dan Kimia Asetanilida
Tabel 2.4 Sifat – sifat Fisika Asetanilida
Rumus Molekul
C6H5NHCOCH3
Berat Molekul
135,16 g/gmol
Titik Didih Normal
305oC
Berat Jenis
1,21 gr/ml
Titik Kristalisasi
113-60oC (1 atm)
Wujud
Padat
Warna
Putih
Sumber : Nadya (2008)
Sifat – sifat kimia asetanilida (Nadya, 2008)  :
1.   Pirolisa dari asetanilida menghasilkan N–diphenil urea, anilin, benzen dan asam hidrosianik.
2. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.
3.   Adisi sodium dlam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan C6H5NH2.
2.4.3    Kegunaan Produk Asetanilida
                        Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia antara lain (Nadya, 2008) :
a.       Sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan.
b.      Sebagai zat awal pembuatan penicilium.
c.       Bahan pembantu dalam industri cat dan karet.
d.      Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida

2.5      Mekanisme Reaksi Anilin dan Asam Asetat Glasial
Gambar 2.6 Reaksi Anilin dan Asam Asetat Glasial (Fessenden, 1999)
Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu reaksi substitusi Nukleofilik (SN) Asil (addition/elimination) diantara anilin. Anilin bersifat sebagai nukleofil, dan gugus Asil dari asam asetat bersifat elektrofil. Mula – mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuak atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi terpenting di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan asilasi dan alkilasi reaksi Friedel-Craft (Fessenden, 1999).
2.6     Rendemen
Rendemen merupakan sebuah istilah dalam bidang studi kimia. Rendemen menggambarkan ketidakpastian hasil reaksi, dimana hasilnya selalu lebih rendah dari pada perhitungan matematis. Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapat dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol :
   ..................................................... (7.1)
Untuk mendapatkan rendemen persentase, kalikan rendemen fraksional dengan 100%. Nilai rendemen kimia yang ideal adalah 100%, sebuah nilai yang sangat tidak mungkin dicapai pada prakteknya (Austin, 2008).
2.7     Kadar Air
        Kadar air adalah persentase kandungan air suatu benda yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Air yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam 3 bentuk, yaitu (Nadya, 2008) :
1.    Air basah, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan integranular dan pori-pori yang terdapat pada bahan.
2.    Air yang terikat secara lemah karena terserap pada permukaan koloid makromolekular seperti protein, pati dan selulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada didalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalisasi pada proses pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini membeku meskipun pada suhu 00C.
   ......................................................... (7.2)


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1           Bahan
1.         Anilin
2.         Asam asetat glasial
3.         Etanol
4.         Aquades

3.2           Alat-alat
1.         Batang pengaduk
2.         Cawan Penguap
3.         Corong Buchner
4.         Erlenmeyer 250 ml
5.         Gelas ukur 5 ml
6.         Kertas saring
7.         Labu didih dasar datar
8.         Penangas air
9.         Pipet tetes
10.     Pompa vaccum
11.     Termometer
12.     Timbangan analitik
3.3      Prosedur Percobaan
1.         10 ml anilin dan 19 ml asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu didih dasar datar
2.         Kemudian di panaskan menggunakan penangas air selama 2 jam pada suhu 85-95 0C
3.         Larutan didinginkan pada suhu kamar selama 5 menit
4.         Kemudian didinginkan menggunakan es selama 5 menit
5.         Larutan diencerkan dengan 75 ml akuades, sehingga terbentuk asetanilida berupa kristal
6.         Selanjutnya didinginkan selama 1,5 jam
7.         Kertas saring ditimbang terlebih dahulu
8.         Jika pembentukan kristal telah sempurna, disaring menggunakan pompa vakum
9.         Hasil yang didapat ditimbang
10.     Kemudian direkristalisasi dengan 25 ml etanol panas dan 25 ml akuades panas
11.     Kristal yang terbentuk disaring lagi dengan vakum, kemudian ditimbang berat basahnya setelah itu, di oven.
12.     Kemudian dihitung rendemen dan kadar air yang didapat.
3.4      Rangkaian Alat
 


         1


2
 
                       
                                                                                           
Gambar 3.1 Labu didih dasar bulat dan penangas air
3
 



Gambar 3.2 Pompa Vakum
Keterangan :
1. Labu didih dasar datar
2. Penangas air
3. Corong Buchner
4. Erlenmeyer
4






BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1         Hasil Praktikum          
Data yang didapat dalam praktikum asetanilida (C6H5NHCOCH3)  adalah sebagai berikut :
a.         Berat asetanilida kering                        : 3,426  gram
b.         Bentuk                                     : Kristal 
c.         Warna                                      : Putih kecoklatan
d.         Rendemen                                : 23,07 %
e.         Kadar air                                  : 4,46 %
4.2         Pembahasan
Reaksi asilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asil kedalam suatu substrat yang sesuai. Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Asetanilida dapat dihasilkan dari reaksi antara asam asetat glasial dan anilin. Asetanilida berbentuk butiran berwarna putih, sering disebut phenilasetamida.
Pada percobaan ini asetanilida dibuat dengan cara mereaksikan 10 ml anilin dengan 19 ml asam asetat glasial. Anilin berfungsi sebagai reaktan sedangkan asam asetat glasial berfungsi sebagai pelarut. Campuran larutan menghasilkan panas dan bewarna coklat. Selanjutnya larutan ini dipanaskan dalam penangas air selama 2 jam, yang bertujuan agar larutan terlarut sempurna dan mempercepat reaksi yang terjadi. Panas yang ditimbulkan dari campuran reaksi ini dikarenakan adanya reaksi eksoternis yaitu panas dilepaskan dari sistem kelingkungan sehingga larutan harus didinginkan pada suhu kamar terlebih dahulu selama 5 menit sambil diaduk sempurna. Campuran yang terbentuk kemudian diencerkan dengan 75 ml akuades sehingga terbentuk asetanilida berupa kristal dengan pengendapan pengotor. Selanjutnya disaring dengan pompa vakum. Prinsip kerja dari pompa vakum yaitu pertama, menggunakan cara mekanis untuk mengekspansi volume secara terus-menerus. Kedua, menggunakan system jet fluida kecepatan tinggi untuk menghisap gas dari sebuah ruang tertutup. Ketiga, menggunakn suatu zat padat tertentu untuk mengikat gas di dalam ruang tertutup. Sehingga didapat berat asetanilida sebesar 6,052 gram. Asetanilida yang didapat  kemudian di rekristalisasi dengan 25 ml etanol dan air panas. Selanjutnya didinginkan dengan batu es selama beberapa menit untuk membentuk endapan berupa Kristal. Etanol panas berperan untuk melarutkan dan mempercepat proses kelarutan sedangkan air berperan untuk mengkristalkan. Etanol dan aquades dipanaskan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan, jika kelarutan berbeda maka Ksp akan berbeda, perbedaan Ksp inilah yang membuat asetanilida jadi  mengendap didasar labu didih (Mawarni, 2013).
Hasil  rekristalisasi asetanilida ditimbang dan didapat berat basah sebesar 4,713 gram. Selanjutnya kristal asetanilida basah tersebut di oven untuk menghilangkan kadar air dari kristal asetanilida dan didapat berat asetanilida kering sebesar 3,426 gram. Dengan rendemen 23,07 %, kadar air 4,46 %. Rendemen yang didapatkan dipengaruhi oleh waktu pemanasan kurang lama, menyebabkan berkurangnya nilai rendemen.

         


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1              Kesimpulan
1.            Reaksi asilasi adalah proses pemasukan gugus asil kedalam substrat yang sesuai.
2.            Asetanilida dapat dibuat dari reaksi asilasi antara anilin dengan asetat glasial.
3.            Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau lelehan. 
4.            Berat asetanilida yang diperoleh dari percobaan ini yaitu 3,426 gram, dengan rendemen sebesar 23,07% dan kadar air 4,46%

4.2              Saran
1.            Pastikan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan agar hasil maksimum dapat diperoleh.
2.            Pengukuran bahan maupun produk harus dilakukan dengan teliti, sehingga perhitungan data dapat dilakukan dengan akurat.
3.            Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang didapat belum murni.
4.            Sebaiknya sebelum rekristalisasi, asetanilida yang sudah disaring dengan pompa vakum harus kering.
5.            Gunakan kertas sarimg yang memiliki kualitas bagus agar proses penyaringan mendapatkan hasil yang lebih bagus





DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 2009,"Kimia Analisa", http://kimia analisa.blogspot.com,Diakses26 april 2015
Austin, 2008,"Shreve’s Chemical Process Industries", 5th ed, McGraw-Hill Book Co, Singapura.    
Fessenden dan Fessenden, 1999,"Kimia Organik Jilid 1 dan 2, Edisi ke 3", Erlangga, Jakarta.          
Irdoni dan Nirwana,2012,"Modul Kimia Organik ",halaman 77, Tesis,  Fakultas Teknik Universitas Riau.
Kirk dan Othmer, 1981,"Rekristalisasi",http://www.chemistry.org/materi_kimia/ rekristalisasi/.com, Diakses 26April 2015.
Nadya, 2008, “Asetanilida”, http://kimia_anhidridaasetat.com, Diakses 25April 2015.
Priyatmono, 2008,"Asetanilidakimia",http://www. chemistry.wordpress.com, Diakses 25April 2015.
Pudjaatmaka, A.H, 1992," Kimia Untuk Universitas Jilid 2",  Erlangga, Jakarta
Pramushinta,  2011,"Pembuatan Asetanilida ", http://www.Pembuatan Asetanilida, Inuyashaku'sBlog.html,  Diakses pada 26 April 2015.
Safrizal, Rino, 2013,“Asetanilida”,http://www.jejaringkimia.web.id, Diakses 26 April 2015
Synyster, 2006,"Sintesis Asetanilida",http://www.scribd.com/doc/54194580/Laporan-Resmi-Asetanilida, Diakses 26 April 2015.





LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

1.        Pengkristalan asetanilida
A.  Anilin (C6H5NH2)
ρ     =
m    = V x ρ
       = 10 ml x 1,02 gram/ml
       = 10,2 gram
n     =
       =
       = 0,11 mmol
B.  Asam asetat glasial (CH3COOH)
ρ     =
m    = V x ρ
       = 19 ml x 1,05 gram/ml
       = 19,95 gram
n     =
       =
       = 0,33 mmol
C6H5NH2 + CH3COOHC6H5NHCOCH3+ H2O
M         0,11            0,33                     -                      -
R         0,11            0,11                   0,11                 0,11
S              -             0,22                   0,11                 0,11
n     = 
m    =  n . Mr
       = 0,11 . 135
       = 14,85 gram
·         Berat asetanilida basah                        = (berat asetanilida basah - kertas saring )
= (5,79 gram - 1,077 gram)
= 4,713 gram
·         Berat asetanilida kering    = berat asetanilida kering - kertas saring    
1.  5,297gram - 1,077 gram                      =  4,22 gram
2.  4,842gram-1,077 gram            =  3,765 gram
3.  4,625gram- 1,077 gram           =  3,548 gram
4.  4,503gram-1,077 gram            =  3,426 gram

2.      Rendemen Dan Kadar Air
a.       % Rendemen   =   x 100%
=   x100
= 23,07 %

b.      % Kadar air     =   x 100%
=   x 100%
=  4,46 %




LAMPIRAN C

DOKUMENTASI
Gambar C.2 Proses Kristalisasi
Gambar C.1 Proses Pemanasan
 


                                      



Gambar C.4 Pemanasan Methanol dan aquades
Gambar C.3 Proses Penyaringan dengan Vakum
Gambar C.5 Hasil Asetanilida
 





1 komentar:

  1. Kak hasil yg rendaman itu yg anilin kan ada rumus N.rumusnya itu apa.bingung kk

    BalasHapus