Rabu, 26 Agustus 2015

SAPONIFIKASI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (NaOH). Hasil lain dari saponifikasi adalah gliserol. Banyak atom C dapat mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak anggur mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982).
Sabun merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang selalu digunakan sehari-hari. Fungsi utama dari sabun adalah membersihkan. Dilingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang dalam bentuk cair, lunak, krim maupun yang padat. Kegunaannya pun beragam, ada yang digunakan sebagai sabun mandi, sabun cuci sabun tangan, sabun cuci peralatan rumah tangga dan lain sebagainya (Fessenden, 1982).
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak tumbuhan. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH/KOH) (Luthana, 2010).
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan berkumpul membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukkan dan meminyakki sel-sel kulit. Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Luthana, 2010).
1.2     Tujuan
1.         Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium.
2.         Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1         Sabun
2.1.1   Sejarah Penemuan Sabun
Sabun berkaitan erat dengan kebersihan. Jika ditinjau dari aspek sejarah, kebersihan mulai dipelajari manusia sejak manusia mengenal air yaitu pada saat awal mula manusia hidup di bumi. Mereka bertempat tinggal di dekat sungai, dan minimal mereka belajar membilas lumpur dari tangannya. Benda mirip sabun ditemukan di dalam benda yang berbentuk tabung pada saat penggalian di situs Babilonia kuno. Benda itu diperkirakan dibuat pada 2800 SM (Herbamart, 2011).
Istilah saponifikasi dalam  literatur berarti soapmaking. Akar kata sapo yang dalam bahasa latin yang artinya sabun. Dalam salah satu legenda Romawi kuno (±2800 SM), kata soap untuk sabun berasal dari kata sapo yang merupakan nama gunung. gunung Sapo merupakan tempat dimana hewan disembelih untuk dikorbankan kepada para dewa dalam acara keagamaan. Lemak yang berasal dari hewan yang telah mati bercampur dengan abu atau arang sisa pembakaran sehingga menghasilkan emulsi yang sekarang kita kenal dengan nama sabun (soap) (Herbamart, 2011).
Ketika hujan turun, lemak dan abu kayu atau arang yang telah bercampur mengalir ke sungai Tiber yang berada di bawah gunung Sapo. Ketika orang-orang mencuci di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa ketika bersentuhan dengan pakaian mereka. Hasilnya cukup ajaib, lemak dan kotoran lebih mudah terangkat (Herbamart, 2011).
Namun sumber lain menyatakan bahwa nama atau istilah sapo berasal dari advertising bath soap “Bukit Sapo” di Italia di zaman Romawi kuno, meskipun ceritanya mirip dengan cerita di atas, yaitu tentang adanya lemak binatang persembahan yang bercampur abu mengalir turun ke tanah liat di tepian sungai Tiber. Para perempuan mendapatkan bahwa cucian mereka menjadi lebih bersih tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga dengan menggunakan tanah liat ini untuk mencuci pakaiannya. Bangsa Yunani kuno mandi karena alasan estetika tanpa memakai sabun. Tetapi mereka membersihkan tubuh mereka dengan gumpalan tanah liat, pasir, batu apung dan abu, lalu melumuri badannya dengan minyak dan mengerik lepas minyak dan tanah tersebut dengan alat yang terbuat dari logam yang dinamakan “strigil”. Mereka juga memakai minyak dicampur abu. Mencuci pakaian dilakukan di sungai tanpa sabun. Bangsa Jerman dan Gaul kuno juga dikatakan menemukan suatu substansi yang dinamakan sabun, terbuat dari lemak lembu dan abu, yang mereka pakai untuk mencat rambut agar berwarna merah (Herbamart, 2011).
Sejalan dengan majunya peradaban Romawi, cara mandi pun menjadi lebih maju pula. Tempat mandi umum Romawi pertama yang terkenal, yang airnya disalurkan melalui jaringan perpipaan/saluran, dibangun kira-kira pada 312 SM. Tempat mandinya mewah dan menjadi sangat populer. Menjelang abad kedua Masehi, Galen Tabib Yunani yang terkenal, menganjurkan sabun untuk pengobatan maupun alat pembersih (Amin, 2006).
Pliny Elder seorang pujangga dan filosof naturalis di abad 1 M, bangsa Phoenisia membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu pada 600 SM dan terkadang menggunakannya sebagai komoditas untuk barter dengan bangsa Gaul. Kata sabun petama kali muncul di bahasa Eropa di dalam buku Pliny the Elder berjudul Historia Naturalis, yang menguraikan tentang pembuatan sabun dari lemak dan abu, namun penggunaan yang disebutkannya hanya sebagai jeli untuk rambut, dalam nada yang tidak setuju disebutkannya bahwa di antara bangsa Gaul dan Jerman, lebih banyak kaum lelaki yang menggunakannya dari pada perempuan (Amin, 2006).
Sabun dikenal luas di zaman kekaisaran Romawi apakah bangsa Romawi belajar memakai dan membuatnya dari orang-orang dari Laut Tengah kuno atau dari bangsa Keltik, penduduk wilayah Britannia, tidaklah diketahui pasti. Bangsa Romawi kuno di abad 1 M menggunakan urin untuk membuat substansi seperti sabun. Urin mengandung ammonium karbonat yang bereaksi dengan minyak dan lemak dari wol menghasilkan saponifikasi parsial. Orang-orang yang disebut sebagai fullones mondar mandir di jalanan kota mengumpulkan urin untuk dijual ke para pembuat sabun (Amin, 2006).
Bangsa Keltik, yang membuat sabun dari lemak binatang dan abu tanaman menamakan hasil produksinya sebagai saipo, yang menjadi asal kata soap. Peranan penting sabun untuk mencuci dan membersihkan tampaknya belum diketahui sampai abad ke 2 M Galen, tabib bangsa Yunani menyebutnya sebagai obat dan alat pembersih tubuh. Pada zaman dahulu sabun dipakai sebagai obat medis (Amin, 2006).
Kejatuhan kekaisaran Roma tahun 467 M menurunkan pula kebiasaan mandi rakyatnya, sampai-sampai sebagian besar benua Eropa merasakan akibat dari kejorokan mereka terhadap kesehatan masyarakat. Lingkungan hidup dan kebersihan diri yang jorok ini mempunyai andil besar pada terjadi wabah besar penyakit pes di abad pertengahan, yang disebut sebagai Black Death di abad ke-14. Diperkirakan 30-50% penduduk Eropa meninggal oleh wabah tersebut. Kebersihan diri dan kebiasaan mandi baru kembali ke sebagian besar Eropa pada abad ke-17. Namun, masih ada bangsa pada abad pertengahan yang tetap mementingkan diri (Herbamart, 2011).
Pembuatan sabun menjadi kerajinan yang mapan di Eropa pada abad ke-7. Berbagai perkumpulan para pembuat sabun menjaga rapat rahasia mereka. Minyak atau lemak binatang dan nabati digunakan bersama dengan abu tumbuh-tumbuhan, dengan diberi pewangi. Secara bertahap berbagai jenis sabun diciptakan untuk bercukur dan keramas, mandi serta mencuci (Herbamart, 2011).
2.1.2   Sifat-sifat Sabun
Sifat-sifat sabun adalah sebagai berikut (Arifin, 2011) :
1.    Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O             CH3(CH2)16COOH + OH-
2.    Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4                    Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
3.    Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar  CH3(CH2)14 larut dalam miyak, hidrofobik, memisahkan kotoran polar. Polar  COONa+ larut dalam air, hidrofilik, memisahkan kotoran non polar.


Tahapan proses penghilangan kotoran pada sabun yaitu sebagai berikut (Suryani, 2002) :
1.    Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga air akan mudah meresap ke dalam kain dan kain menjadi bersih.
2.    Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
3.    Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
2.1.3   Karakteristik Pembuatan Sabun
Beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain (Perdana, 2009) :
1.    Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang  merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
2.    Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam  proses saponifikasi sempurna pada satu  gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
3.    Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung ketidak jenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
2.1.4 Metode Pembuatan Sabun
Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinyu. Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali (Perdana, 2009).
Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun dasar menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya) (Wasita, 1997).
Pada proses kontinyu, yaitu lemak atau minyak dihidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinyu ke dalam sebuah reaktor. Kemudian dari reaksi hidrolisis yang terjadi di dalam reaktor maka akan terbentuk asam lemak dan gliserol. Asam-asam lemak yang dihasilkan kemudian dinetralkan dengan alkali sehingga akan terbentuk sabun (Wasita, 1997).
2.1.5  Jenis-jenis Sabun
Jenis-jenis sabun menurut Wasita (1997) :
a.    Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
b.    Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui reaksi saponifikasi antara minyak jarak dan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihannya, ditambah gliserin atau alkohol.
c.    Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp 300 dan sulfur.
d.    Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
e.    Sabun bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry mixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, soda ash, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain (Wasita,1997).
Jenis- jenis sabun menurut Spitz (1996) :
a.    Sabun Keras atau sabun cuci, yaitu sabun yangdibuat dari lemak dengan NaOH, misalnya Na-Palmitat dan Na-Stearat.
b.    Sabun lunak atau sabun mandi, yaitu sabun yang dibuat dari lemak dengan KOH, misalnya K-palmitat dan K-Stearat (Spitz, 1996).

2.2         Reaksi Saponifikasi
Reaksi saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”. Akar kata “sapo” dalam bahasa latin yang artinya soap/sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Arifin, 2011).
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monofalen dari asam karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C yang bervariasi, yaitu antara  C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali. Range atom C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya (Arifin, 2011).
Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Hui, 2001).


2.3         Bahan Pembuat Sabun
2.3.1  Bahan Utama
a.             Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak terdapat pada wujudnya dalam suhu kamar. Minyak akan berwujud cair pada suhu kamar (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Luthana, 2010).                   
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya:
·      Tallow (Lemak Sapi)
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging  sebagai hasil samping, tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2% (Hui,1996).
·      Lard (Lemak Babi)
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60 - 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35- 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa (Splitz, 1996).
·      Palm Oil (Minyak Sawit)                                               
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1% (Hui, 1996).
·      Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik (Fessenden, 1982).
·      Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit)
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2% (Perdana, 2009).
·      Palm Oil Stearine (Minyak Sawit Stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4% (Perdana, 2009).
·       Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku (Fessenden, 1982).
·      Castor Oil (Minyak Jarak)
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (Perdana, 2009).
·      Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun (Hui, 1996).
·      Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun ( Hui, 1996).
·      Minyak Kemiri
Minyak ini adalah bahan utama yang digunakan pada percobaan ini. Kemiri adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk dalam suku euphorbiaceae. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat (Luthana, 2010).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Minyak Kemiri
No.
Asam Lemak
Jumlah (%)
1.
Asam lemak jenuh
-
2.
Asam palmitat
55
3.
Asam stearat
6,7
4.
Asam lemak tak jenuh
-
5.
Asam oleat
10,5
6.
Asam linoleat
48,5
7.
Asam linolenat
28,5
Sumber : Luthana (2010)
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia
No.
Karakteristik
Nilai
1.
Bilangan penyabunan
188-202
2.
Bilangan asam
6,3-8
3.
Bilangan iod
136-167
4.
Bilangan thiosinogen
97-107
5.
Bilangan hidroksil
-
6.
Bilangan reichert meissi
0,1-0,8
7.
Bilangan polenske
-
Sumber : Luthana (2010)
   Daging buah kemiri digunakan sebagai bumbu dalam jumlah yang realtif kecil. Minyak kemiri tidak dapat dicerna karena bersifat laksatif dan biasanya digunakan sebagai bahan dasar cat atau pernis. Minyak kemiri dapat digunakan sebagai minyak rambut dan sebagai bahan pembatik. Minyak kemiri mempunyai sifat-sifat khusus, dimana minyak ini mudah mengering bila dibiarkan di udara terbuka. Oleh karena itu minyak kemiri dapat digunakan sebagai minyak pengering dalam industri minyak dan varnish (Luthana, 2010).
b.             Senyawa Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak) (Perdana, 2009).
c.              NaOH
Dalam  proses saponifikasi  NaOH  atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kuastik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH digunakan di berbagai macam industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubuk kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboraturium kimia.
Tabel 2.3 Karakteristik NaOH
No.
Titik leleh
318oC
1.
Titik didih
1390oC
2.
Densitas
2,1 g/cm3
3.
Massa molar
39,9971 g/mol
4.
Kelarutan dalam air
111 g/100 ml (20°C)
Sumber : Perdana (2009)
2.3.2   Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif (Perdana, 2009).
a.             Natrium Klorida ( NaCl )
          NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas (Perdana, 2009).
Tabel 2.4 Karakteristik NaCl
No.
Titik lebur
801oC (1074 K)
1.
Titik didih
1465oC (1738 K)
2.
Densitas
2,16 g/cm3
3.
Massa molar
54,88 g/mol
4.
Kelarutan dalam air
35,9 g/100 ml (25°C)
Sumber : Perdana (2009)
b.             Bahan Pendukung Lainnya
Tujuan penambahan bahan ini adalah untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum (Luthana, 2010).
·      Builders (Bahan Pembentuk)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Luthana, 2010).
·      Filler (Bahan Pengisi)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Luthana, 2010).
·      Bahan Antioksidan
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent.
·      Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik (Perdana, 2009).
·      Bahan Pewangi (Fragrances)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower (Perdana,  2009).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1         Bahan-Bahan yang Digunakan
1.        Minyak goreng 16 mL
2.        Minyak kemiri 16 mL
3.        Etanol 36 mL
4.        Natrium Hidroksida 2N 120 mL
5.        Larutan NaCl jenuh 120 mL
6.        Kerosen (minyak tanah)
7.        Larutan Kalsium Sulfat
8.        Phenolpthalein

3.2         Alat-Alat yang Digunakan
1.        Gelas ukur 10 mL
2.        Gelas ukur 50 mL
3.        Batang pengaduk
4.        Cawan penguap
5.        Penangas air
6.        Tabung reaksi
7.        Kaca arloji
8.        Kertas saring
9.        Corong buchner
10.    Pompa vakum

3.3         Prosedur Percobaan
3.3.1   Persiapan
1.        Alat dan bahan kimia yang digunakan dipersiapkan
2.        Dibuat larutan NaOH 2N
3.3.2   Pembuatan Sabun
1.        Dimasukkan 16 mL minyak goreng dan 16 mL minyak kemiri dan kedalam cawan penguap.

2.        Ditambahkan 36 mL etanol dan 120 mL larutan NaOH 2N ke dalam cawan penguap sambil diaduk.
3.        Ditutup cawan penguap dengan kaca arloji.
4.        Dipanaskan campuran dalam cawan penguap pada suhu 70-80oC sampai hilang bau dari etanol.
5.        Dinginkan campuran dalam cawan penguap tersebut.
6.        Diamati apa yang terjadi dalam cawan penguap.
7.        Ditambahkan 120 mL larutan NaCl jenuh kedalam cawan penguap.
8.        Diamati apa yang terjadi.
9.        Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring menggunakan corong buchner dan pompa vakum zat padat yang dihasilkan.
3.3.3   Uji Sifat Sabun
1.        Dimasukkan 1 mL kerosen dan 10 mL air dalam tabung reaksi.
2.        Dikocok campuran tersebut dan catat pengamatan anda.
3.        Dimasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosen dan air.
4.        Dikocok  dan catat pengamatan anda.
5.        Ditambahkan sedikit sabun dan kocok jika tidak ada perubahan pada campuran dan catat pengamatan.
6.        Dicatat pengaruh penambahan sabun pada campuran ini dan kerosen.
7.        Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 mL air panas.
8.        Ditambahkan 8 tetes larutan Kalsium Sulfat.
9.        Dicatat pengaruh Kalsium Sulfat terhadap air sabun.
10.    Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun dalam 5 mL etanol.
11.    Ditambahkan 2 tetes larutan phenolpthalein.
12.    Dicatat pengamatan anda.



3.4         Rangkaian Alat









Gambar 3.1 Proses Pemanasan

Gambar 3.2 Proses Penyaringan

Keterangan :
1.      Corong buchner
2.      Karet penyambung
3.      Erlenmeyer
4.      Selang masuk
5.      Pompa vakum
6.      Selang keluar
7.      Tombol power


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1         Hasil Praktikum
Tabel 4.1 Pembuatan Sabun
No.
Bahan
Pengamatan
1.
Minyak goreng
Minyak kemiri        dipanaskan
Etanol
NaOH
Campuran berwarna hijau dan terdapat gelembung-gelembung dipermukaannya.
2.
Campuran               Didinginkan
Campuran berwarna hijau sedikit padat dan terdapat gelembung-gelembung kecil diatas campuran
3.
Campuran (1) + NaCl
Terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan minyak, bening dan sabun berwarna hijau berbentuk padatan.
4.
Campuran (1) + NaCl dan diaduk
Ketiga lapisan bercampur.
Tabel 4.2 Sifat-sifat Sabun
No.
Bahan
Pengamatan
1.
Kerosen + Air               Dikocok
Terbentuk 2 lapisan :
-       Lapisan atas berupa kerosen
-       Lapisan bawah berupa air
2.
Sabun + larutan kerosen
Sabun mengendap dan terdapat 3 lapisan :
-       Lapisan bawah berupa sabun
-       Lapisan tengah berupa air
-       Lapisan atas berupa minyak
3.
Sabun + larutan kerosen         dikocok
Sabun menyatu dengan minyak atau campuran menjadi homogen.
4.
Larutan sabun + air panas
Tidak larut.
5.
Larutan sabun + air panas     dikocok
Terbentuk 2 lapisan yang berbuih :
-       Lapisan atas berupa sabun
-       Lapisan bawah berupa air
6.
Sabun + CaSO4                 dikocok
Terbentuk endapan dan terdapat 3 lapisan:
-       Lapisan atas berupa busa
-       Lapisan tengah berupa air keruh
-       Lapisan bawah berupa CaSO4
7.
Sabun + etanol
Tidak larut (sebelum dan setelah dikocok)
8.
Sabun + etanol + PP              dikocok
Terdapat 2 warna :
-       Bagian bawah berwarna ungu muda
-       Bagian atas berwarna bening

4.2         Reaksi-Reaksi yang Terjadi
a.    Reaksi Saponifikasi
Gambar 4.1 Reaksi Saponifikasi (Kirk, 1976)
b.    Reaksi Etanol dan NaOH
Gambar 4.2 Reaksi Etanol dan NaOH (Kirk, 1976)



4.3         Pembahasan
4.3.1 Pembuatan Sabun
Seacara umum sabun dibuat dengan mereaksikan suatu lemak atau minyak dengan larutan Natrium Hidroksida pekat. Pembuatan sabun dilakukan dengan melarutkan 16 mL minyak goreng dan 16 mL minyak kemiri, kemudian ditambahkan 36 ml etanol dan 120 ml Natrium Hidroksida 2N (NaOH). Penambahan etanol berfungsi sebagai pelarut NaOH agar mudah bereaksi dengan minyak. Selain itu, etanol mengandung gugus –OH yang bersifat basa dan CH3 sebagai asam. Dengan pelarut inilah NaOH dapat terlarut dan dapat bercampur dengan lemak dalam reaksi penyabunan.
Larutan kemudian dipanaskan untuk menguapkan etanolnya, dimana suhu pemanasan yaitu sekitar 70-80oC harus dijaga konstan karena jika suhu pemanasan diatas 80oC maka etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian antar minyak (trigliserida) dengan NaOH tidak sempurna. Sedangkan jika suhu pemanasan dibawah 70oC maka proses pereaksiannya semakin lama. Pemanasan dilakukan sampai bau alkohol hilang. Untuk pengendapan sabun ditambahkan 120 mL NaCl jenuh. NaCl jenuh berfungsi sebagai agen pengendap, yakni dengan menurunkan nilai kelarutan dari sabun yang telah terbentuk sehingga sabun mengendap dan untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi saponifikasi sehingga didapat sabun mentah. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion sejenis (common ion effect). Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan sabun dengan gliserol menggunakan pompa vakum.
4.3.2 Pengujian Sifat Sabun
Setelah padatan sabun didapatkan, langkah selanjutnya menguji sifat sabun. Pengujian pertama dilakukan dengan mencampurkan 1 mL kerosen dengan 10 mL air dan dikocok. Dari hasil campuran, terbentuk 2 lapisan, lapisan atas merupakan kerosen dan lapisan bawah merupakan air (heterogen). Kemudian kedalam campuran kerosen dan air tersebut ditambahkan sedikit sabun, dan dikocok. Dari hasil pengamatan diperoleh larutan yang awalnya heterogen menjadi homoge. Dari hasil pengujian pertama ini menunjukkan bahwa sabun memiliki sifat emulgator yang mampu mengubah air dan kerosen menjadi larutan emulsi.
Pengujian sifat berikutnya dilakukan dengan cara melarutkan sabun dengan 5 mL air panas, kemudian larutan tersebut ditetesi dengan 8 tetes larutan kalsium sulfat. Ketika sabun dilarutkan dengan air panas, maka larutan akan banyak berbuih. Ketika larutan sabun tersebut ditetesi dengan larutan kalsium sulfat, maka buih yang ada tadi akan menjadi sedikit. Banyak sedikitnya buih atau busa yang dihasilkan dikarenakan tegangan permukaan yang kecil ketika sabun dilarutkan dalam air panas. Namun, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Hal ini dikarenakan adanya logam Mg, Ca, di dalam air sadah yang dapat membentuk endapan ketika bereaksi dengan sabun, sehingga sabun yang berfungsi sebagai pengikat kotoran akan menjadi kurang efektif.  Akibatnya, buih yang dihasilkan sabun yang berada didalam air sadah menjadi sedikit.
Pengujian sifat sabun yang terakhir pada percobaan ini dilakukan dengan melarutkan sabun dalam 5 mL etanol, kemudian larutan tersebut ditetesi 2 tetes larutan phenolphthalein. Larutan phenolphthalein didalam senyawa asam tidak akan berwarna, dan akan berwarna ungu pada senyawa basa. Ketika sabun dilarutkan dalam etanol, larutan menjadi bening dan sabunnya larut. Ketika larutan tersebut ditetesi dengan larutan phenolphthalein, tidak terjadi perubahan pada larutan secara langsung, dan larutan berubah menjadi warna ungu muda.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
1.    Sabun dapat dibuat dengan reaksi saponifikasi, dengan mereaksikan minyak atau lemak dengan alkali (basa) yang digunakan etanol sebagai pelarut dan melalui proses pemanasan dengan gliserol sebagai hasil samping.
2.    Penambahan NaCl jenuh mempermudah pengendapan sabun karena adanya ion sejenis.
3.    Sabun bersifat emulgator, karena sabun dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air, sehingga dapat menyatukan larutan air dengan minyak.
4.     Sabun tidak bekerja pada air sadah, karena pada air sadah sabun tidak menghasilkan busa.
5.    Sabun bersifat basa, karena berwarna ungu muda dengan pengujian menggunakan indikator phenolphtalein.

5.2         Saran
1.    Pembuatan larutan NaOH harus terhitung dengan teliti dan benar.
2.    Praktikan harus mengenakan alat standar keamanan labor seperti masker dan sarung tangan.
3.    Praktikan harus mengetahui sifat dari zat-zat yang digunakan sebelum melakukan praktikum.
4.    Praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan alat.
5.    Konsentrasi bahan harus tepat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar