BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil
salisilat yang memiliki peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai
obat yang berkhasiat anti piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak
terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara
dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic
adalah sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah
satu senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau
asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat
yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Coretx salicis (Jim, 2007).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin
dikenal. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet.
Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut
piala dunia FIFA 2006 di Jerman, replica tablet aspirin raksasa di pajang di
Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, land der Ideen
(“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan
sejenis aspirin yang diekstrak dari sejenis tumbuhan sebagai analgesic
(penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga dikenal sebagai antipyretic
(penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain aspirin digunakan untuk
mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam berdasarkan efek penghambat
agregas trombosit. Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari)
yang diminum tiap hari dapat mengurangi incident infark miokard akut, dan
kematian pada penderita angina tidak stabil. Sedangkan efek samping dari
aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia
sekunder.
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling
banyak dipakai di dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi
benzoate atau asam salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida.
Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik
efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu
kala, daun-daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar
rasa sakit dan demam ini telah dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala.
Asam salisilat merupakan suatu unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar
rasa sakit. Aspirin dengan esternyadengan asam asetat, kurang bersifat asam dan
kurang mengiritasi (Jim, 2007).
1.2
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1.
Membuat aspirin
dalam skala labor
2.
Memahami dan
mempelajari reaksi yang terjadi
3.
Menghitung
presentase aspirin yang dihasilkan
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Asam Salisilat
2.1.1 Pengertian Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan
turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid,
o-formilfenol atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak
cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi kuat
(Austin, 1984)
Turunan yang terpenting dari asam salisilat ini adalah
asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Berbeda dengan asam salisilat, asam asetil
salisilat memiliki efek analgesik,
antipiretik dan anti inflamasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan asam
salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan digolongkan ke
dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga digunakan sebagai
standar dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat memiliki struktur seperti gambar:
Gambar 2.1 Struktur Asam Salisilat (Stembayo,
2008)
Asam
salisilat dapat ditemukan pada banyak tanaman dalam bentuk metal salisilat dan
dapat disintesa dari fenol. Asam salisilat berbentuk
kristal berwarna putih dan berasa
manis. Asam salisilat biasanya digunakan untuk memproduksi ester dan garam yang
cukup penting. Asam salisilat menjadi bahan baku pembuatan
aspirin (Ganiswara,1995). Sifat fisika dan kimia dari asam salisilat dapat
dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Tabel 2.1 Sifat Fisika Asam Salisilat
Rumus Molekul
|
C7H6O3
|
Bobot molekul
|
138,12 gr/mol
|
Densitas
|
1,443 gr/ml
|
Titik leleh
|
156oC
|
Titik didih
|
211oC
|
Titik nyala
|
76oc
|
Tekanan uap
|
1 mmHg pada 33oC
|
Daya ledak
|
1,146 gr/cm3
|
Warna
|
Tak berwarna
|
(Sumber :Damayuda,
2010 )
Tabel 2.2 Sifat
Kimia Asam Salisilat
No.
|
Sifat Kimia Asam Salisilat
|
1
|
Menyublim pada 76oC
jika dipanaskan dengan cepat pada tekanan atmosfer tertentu dan terurai
menjadi fenol dan C02.
|
2
|
Kelarutan dalam air meningkat
oleh Na phosphate, borax, alkali asetat, atau sitrat.
|
3
|
Asam salisilat berwama kemerah-merahan
jika diberi garam Fe.
|
4
|
Asam salisilat yang digunakan
secara berlebihan akan menyebabkan efek samping seperti muntah, sakit perut,
gangguan pernafasan, gangguan mental dan kulit (kudis).
|
5
|
Berbahaya jika terkena sinar matahari langsung.
|
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.1.2 Proses Pembuatan Asam
Salisilat
Proses pembuatan asam salisilat dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu (Damayuda, 2010) :
a.
Proses Wacker
Pada proses Wacker sodium
phenolate kering direaksikan dengan karbon dioksida menggunakan fenol
berlebih sebagai pelarut kemudian disuling dengan xilene dan menggunakan
azeotroping agent untuk mengurangi air.
b.
Proses
Wolthuis
Wolthuis mereaksikan
karbon dioksida dengan potassium phenolate dengan menggunakan halogenasi
benzene seperti khlorobenzene sebagai pelarutnya. Awalnya pada proses ini anhydrous
potassium phenolate diperoleh dengan mendestilasi air seluruhnya
menggunakan sebagian khlorobenzene.
c.
Proses Kolbe
Schmitt
Pada proses ini sodium
phenolate atau sodium phenate diperoleh dengan mereaksikan fenol
dengan sodium hidroksida. Sodium phenolate kemudian direaksikan dengan
karbon dioksida pada temperatur 180
dan menghasilkan sodium salisilat. Sodium salisilat kemudian direaksikan dengan H2SO4 dan air sehingga dihasilkan asam salisilat dan Na2SO4
sebagai produk samping (Austin, 1984).
2.2 Asam
Asetat Anhidrat
2.2.1 Pengertian Asam Asetat
Anhidrat
Asetat anhidrat (CH3CO)2O
merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta memiliki bau yang tajam.
Kapasitas produksi Amerika untuk produk asetat anhidrat ini cukup besar, yaitu
lebih dari 900.000 ton per tahun. Asetat anhidrat merupakan suatu senyawa yang
memiliki kegunaan yang sangat bervariasi. Asetat anhidrat digunakan dalam
pembuatan cellulose asetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan
berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik (Stembayo, 2008). Asetat anhidrat memiliki struktur seperti pada gambar
Gambar 2.2 Struktur Asetat Anhidrat (Stembayo, 2008)
Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan
antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik,
berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk
membuat acetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan
dalam industri selulosa asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat
kain dan lapisan.
Sifat fisika dan kimia asam asetat anhidrat dapat dilihat pada tabel 2.3 dan
tabel 2.4.
Tabel 2.3 Sifat
Fisika Asetat Anhidrat
Rumus Molekul
|
(CH3CO)2O
|
Bobot molekul
|
102,09 gr/mol
|
Titik beku
|
-73oC
|
Titik didih (760
mmHg)
|
139,06oC
|
Densitas pada 20oC
|
1,08 gr/ml
|
Viskositas pada
25oC
|
0,843 mPa.s
|
(Sumber : Fessenden, 1991)
Tabel 2.4 Sifat
Kimia Asetat Anhidrat
No.
|
Sifat
Kimia Asetat Anhidrat
|
1
|
Mudah menguap dan
mudah terbakar
|
2
|
Larut dalam air membentuk asam asetat, dengan
alkohol membentuk etil asetat, larut dalam kloroform dan eter
|
3
|
Asetat anhidrat merupakan cairan yang sangat reaktif
|
4
|
Menyebabkan iritasi dan matinya jaringan, hindari kontak dengan kulit
dan mata
|
5
|
Asetat anhidrat digunakan sebagai pelarut
|
(Sumber :
Celanase, 2010)
2.2.2
Reaksi-Reaksi pada Asetat Anhidrat
Asetat
anhidrat merupakan larutan aktif, tidak
berwarna, serta memiliki bau yang tajam (Kirk, 1981). Beberapa reaksi yang
dapat terjadi pada asetat anhidrat adalah (Kirk, 1981) :
1. Asetilasi
C6H4CH3NH2
+ (CH3CO)2O → C6H4CH3NHCOCH3
+ CH3COOH
2. Hidrolisis
menjadi asam asetat
(CH3CO)2O
+ H2O → 2CH3COOH
3. Amonolisis
menjadi acetamida
(CH3CO)2O
+ 2NH3 → CH3CONH2 + CH3COONH4
4. Alkoholisis menjadi ester
(CH3CO)2O + CH3OH
→ CH3COOCH3 + CH3COOH
5. Pembentukan ketone melalui Friedel-Crafts acylation
(CH3CO)2O
+ ArH → CH2COAr + CH3COOH
6. Reaksi kondensasi (Perkin)
C6H5CHO + (CH3CO)2O
→ C6H5CH=CHCOOCH3 + CH3COOH
2.3 Asam Sulfat
2.3.1 Pengertian Asam Sulfat
Asam sulfat banyak digunakan dalam industri. Asam sulfat merupakan asam mineral anorganik, larut pada air dan mengeluarkan panas (eksotermis). Uapnya amat iritatif
terhadap saluran pernapasan. Digunakan dalam pemrosesan biji mineral,
sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat
terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang
dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam
tambang. Struktur asam sulfat dapat dilihat pada gambar
Gambar
2.3 Struktur Asam Sulfat
Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air)
dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat.
Jika air ditambahkan kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam
kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan
isi padu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung
untuk terapung di atas asam (Amanda, 2013). Sifat fisika dan kimia asam sulfat dapat dilihat pada tabel 2.5 dan
tabel 2.6.
Tabel 2.5 Sifat
Fisika Asam Sulfat
Wujud
|
Berbentuk cair (cairan berminyak
tebal)
|
Berat Molekul
|
98,08 gr/mol
|
Titik Didih
|
270°C (518°F)
|
Titik Leleh
|
-35°C (-31°F)
|
Warna
|
Tidak berwarna
|
Tabel
2.6 Sifat Kimia Asam Sulfat
No
|
Sifat Kimia Asam Sulfat
|
1
|
Sebagai katalisator
|
2
|
Tersimpan di lemari asam karena merupakan zat
berbahaya
|
3
|
Sifatnya mudah menguap dan mudah terbakar
|
4
|
Mudah larut dalam air dingin dan etil alcohol
|
2.4 Alkohol
(Etanol)
2.4.1 Pengertian Alkohol
(Etanol)
Alkohol yang sering
dipakai sebagai pelarut dalam skala labor adalah etanol,
yang biasanya juga disebut grain alcohol dan terkadang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman
yang mengandung alkohol. Selain
itu, alkohol jenis ini juga sering digunakan dalam bidang industri dan dunia
farmasi (Fessenden, 1991).
Sifat-sifat
fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga
membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya
dengan massa molekul yang sama. Gugus fungsi hidroksil dapat dilihat
pada gambar (Ganiswara,
1995)
Gambar 2.4 Gugus Fungsi
Hidroksil
(Fessenden, 1991)
Etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Sifat fisika
etanol yaitu berat molekulnya 46,07
gr/mold an mempunyai warna jernih atau tidak berwarna (Damayuda,2010). Sifat
kimia dari etanol dapat dilihat pada tabel 2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7 Sifat Kimia Etanol
No.
|
Sifat Kimia Etanol
|
1
|
Mudah terbakar dan
baunya enak
|
2
|
Leburan ethanol
memadat pada suhu antara suhu 130oC
|
3
|
Dapat dicampurkan dengan air dan
banyak cairan organik
|
4
|
Simpan dalam wadah tertutup rapat, dingin dan jauhkan dari
api
|
5
|
Digunakan sebagai pelarut
|
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.5 Ferri Klorida
Besi (III) khlorida berbentuk hablur atau
serbuk, berwarna hitam kehijauan, bebas warna
jingga dari garam hidrat dan larut dalam air (George, 1997). Struktur ferri klorida dapat
dilihat pada gambar
Gambar 2.5 Struktur Ferri Klorida (George, 1997)
Bila dilarutkan dalam air, besi (III)
klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan
panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang
digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan
produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam
berbasis tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi
(III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis
dalam sintesis organik. Sifat fisika ferri klorida dapat dilihat pada
tabel 2.8 di bawah ini.
Tabel 2.8 Sifat Fisika Ferri Klorida
Berat Molekul
|
162,21 g/mol
|
Titik didih
|
316°C
(600,8°F)
|
Titik Leleh
|
306°C
(582,8°F)
|
(Sumber :George1997)
Sifat kimia dari ferri klorida yaitu mudah menguap
jika dibuka lama-lama, asam Lewis yang relatif kuat, dan bereaksi
membentuk adduct
dengan basa-basa Lewis,
bereaksi dengan cepat terhadap oksalat
membentuk senyawa kompleks, dan bersifat larut dalam air (Austin, 1984).
2.6 Aquades
Aquades adalah air hasil
destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O
hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut yang
universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai
partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di
dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam
berat dan mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan aquades (H2O)
karena mengandung banyak mineral (Stembayo, 2008).
Air suling memiliki
sifat fisika yaitu bentuk aquades yang cair, tidak berbau, memiliki berat
molekul 18,02 g/mol, aquades tidak berwarna serta memiliki titik didih sebesar
100
(212
). Sedangkan sifat kimia yang dimiliki aquades yaitu dapat mempercepat
(mengkatalis) hampir semua reaksi kimia yang diketahui (Stembatyo,
2008).
2.7 Aspirin
Aspirin
atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah
sejenis obat turunan dari salisilat. Aspirin dibuat dengan reaksi asetylasi.
Reaksi asetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus acetyl adalah R-COO- (dimana R merupakan
alkil atau aril). Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat
dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan
anhidrida asetat dengan bantuan sedikit katalis yaitu asam sulfat pekat. Pada
pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy
benzoic acid ) berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus
hidroksi. Struktur kimia aspirin dapat
dilihat pada gambar
Gambar 2.6 Struktur Kimia Aspirin (Ezza, 2013)
Sifat fisika dan kimia dari aspirin dapat
dilihat pada tabel 2.9 dan tabel 2.10 di bawah ini.
Tabel 2.9 Sifat Fisika Aspirin
Wujud
|
Bentuknya solid
|
Berat molekul
|
180,16 g/mol
|
Titik didih
|
Diatas 70oC
|
Titik leleh
|
139oC
|
(Sumber : Damayuda, 2010)
Tabel 2.10 Sifat Kimia Aspirin
No.
|
Sifat Kimia Aspirin
|
1
|
Tidak mudah terbakar
|
2
|
Larut dalam air,
etanol, dan kloroform
|
3
|
Disimpan pada tempat yang steril
|
(Sumber : Damayuda, 2010)
2.7.2 Sejarah Aspirin
Awal mula punggunaan
aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates
yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow
untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan
oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa
asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang
dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk
bubuk (buyer) (Ezza, 2013).
Senyawa alami dari
tumbuhan yang dijadikan sebagai obat ini telah ada sejak awal mula peradaban
manusia untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Hal ini tercatat dalam bentuk
ukiran-ukiran bebatuan. Barulah pada tahun 400 SM, filsafat Hippocrates menggunakannya sebagai
tanaman obat yang kemudian segera tersebar luas. Seorang ahli farmasi Jerman,
Buchner berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin, senyawa
ini memiliki aktifitas antipiretik yang mampu menyembuhkan demam. Senyawa asam
salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria dengan
rumus empiris C7H603. Bayer merupakan
perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam
asettilsalisilat). Aspirin adalah zat sintetik pertama didunia dan penyebab
utama perkembangan industri farmateutikal (Ezza, 2013).
2.7.3 Pembuatan Aspirin
Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam
asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat
penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus
–OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi
yang berbeda. Anhidrida asam karboksilat dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam
karboksilat. Perlu diperhatikan saat menggunakan anhidrida asetat pipet yang
digunakan benar-benar bersih dan kering karena air dapat menghidrolisis Aspirin
dihasilkan melalui reaksi sesuai persamaan berikut :
2.7.4 Manfaat Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang
efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat
anti-inflamasi, untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat
antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Penggunaan aspirin secara
berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang
cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing
dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0,3-1 gram, dosis yang
mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian (Ezza, 2013).
2.7.5 Bahaya Aspirin
Penggunaan aspirin di kalangan anak-anak sangat tidak dianjurkan. Hal ini
disebabkan aspirin dapat menimbulkan efek samping yang disebut sebagai penyakit Reye. Suatu keadaan yang membawa kepada kerusakan hati, otak dan dapat menyebakan
kematian (Tito, 2011).
Mengkonsumsi
aspirin harus sesuai dosis, jika melebihi dosis yang dianjurkan yaitu 20-25 gm
akan menyebabkan kematian. Pada awalnya, dampak yang ditimbulkan yaitu akan
berasa muntah, lesu dan sakit perut. Kemudian akan mengganggu alat pendengaran,
mengeluarkan keringat yang berlebihan, suhu badan akan meningkat dan akhirnya
tidak sedarkan diri dan denyutan jantung akan berhenti (Ezza, 2013).
2.8 Reaksi-reaksi
Aspirin
1. Reaksi
Asetilasi
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi
yang memasukkan gugus asetil ke dalam suatu substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO (dimana R merupakan alkil
atau aril). Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan
anhidrida asetat dengan bantuan sedikit asam sulfat pekat sebagai katalisator (Habib, 2009).
Pada pembuatan aspirin,
asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid)
berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam asetil salisilat)
bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu, aspirin juga
merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti
bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipretik yang berfungsi
sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam
natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Irdoni H.S dan Nirwana H.Z, 2015).
2. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan
cara yang paling efektif untuk memurnikan zat–zat organik dalam bentuk padat.
Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk pemurnian senyawa hasil
sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut,
misalnya dengan instrumen spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS. Sebagai
metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti
destilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan,
rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab
kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya (Habib, 2009)
Metoda ini sederhana,
material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada
atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau
dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap
karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
bahwa kotoran tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak
terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (George, 1997).
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang
sangat sederhana, dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran–
saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai
berikut (Fessenden, 1991) :
a)
Kelarutan material yang akan dimurnikan
harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada
suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi
tidak dapat dilakukan.
b)
Kristal tidak harus mengendap dari
larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin
terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibit,
mungkin akan efektif.
c)
Untuk mencegah reaksi kimia antara
pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun,
pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
d)
Umumnya, pelarut dengan titik
didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih
lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah
sederhana.
3. Reaksi
Uji Kemurnian
Uji
ini digunakan untuk menguji apakah kristal yang kita dapat itu murni kristal
aspirin atau tidak. Sebelum ditambahkan FeCl3, ditambahkan terlebih
dahulu alkohol yang bertujuan untuk melarutkan sampel. Namun sampel tidak larut
ke dalam alkoholnya, hal ini wajar karena asam salisilat dan aspirin kurang
larut dalam volume air yang kecil. Setelah itu ditambahkan FeCl3 kedalam
campuran untuk diuji. Asam salisilat membentuk kompleks berwarna ungu dengan
penambahan FeCl3 ini. Kompleks ungu ini hanya bisa terjadi
antara asam salisilat dengan FeCl3 karena dalam molekul asam
salisilat, atom O (nukleofil) dalam gugus OH akan menyerang atom Fe dengan
melepaskan atom H nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2. Aspirin tidak
membentuk kompleks berwarna ungu dengan uji ini karena struktur aspirin tidak
memiliki gugus OH. Reaksi
asam salisilat dengan FeCl3 terdapat pada gambar
Gambar
2.8 Reaksi Asam Salisilat dengan FeCl3 (Prasetya, 2009)
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Alat-alat
yang digunakan
1.
Batang pengaduk
2.
Corong Buchner
3.
Gelas piala
4.
Kertas saring
5.
Labu didih dasar bulat
6.
Penangas air
7.
Pipet tetes
8.
Pompa vakum
9.
Tabung reaksi
10.
Termometer
11.
Timbangan analitik
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
1.
Alkohol
2.
Aquades
3.
Asam salisilat
4.
Asam sulfat pekat
5.
Asetat anhidrat
6.
Ferri
klorida
3.3 Prosedur kerja
3.3.1 Pembutan Aspirin
1.
Masukkan 5 gram asam salisilat, 12 ml
asetat anhidrat, dan 4 tetes asam sulfat pekat ke dalam labu didih dasar bulat
2.
Labu digoyang-goyangkan agar zat tercampur baik, pekerjaan ini dilakukan
dalam lemari asam
3.
Kemudian, labu dipanaskan diatas penangas air pada temperatur 50
-60
sambil diaduk selama 15 menit
4.
Larutan didinginkan pada suhu kamar dan diaduk sekali-sekali
5.
Selanjutnya, tambahkan 40 ml aquades dan diaduk dengan
sempurna
6.
Terakhir
endapan disaring menggunakan pompa vakum
6.3.1 Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
1.
Kristal
aspirin yang didapat tadi larutkan dalam 15 ml alkohol hangat
2.
Kemudian
ditambahkan 40 ml air hangat kedalam campuran aspirin dan alkohol tersebut
3.
Kemudian, larutan dipanaskan dalam penangas air hingga semua aspirin
larut,
saring larutan dan endapan dalam keadaan panas dan cepat
4.
Larutan
didinginkan pada temperatur kamar
5.
Larutan
tersebut diamati hingga kristal yang terbentuk cukup banyak
6.
Selanjutnya, larutan dan endapan disaring menggunakan kertas saring
dengan corong buchner, sebelumnya kertas saring yang digunakan ditimbang
terlebih dahulu
7.
Timbang berat aspirin yang sudah kering
8.
Kemudian dihitung rendemennya
8.3.1 Uji Kemurnian Aspirin
1.
Ambil sedikit
kristal aspirin hasil rekristalisasi
tadi,
kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi I
2.
Selanjutnya, ambil sedikit asam
salisilat kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi II
3.
Kristal aspirin dan asam salisilat dilarutkan menggunakan
1 ml alkohol.Pada setiap tabung reaksi
ditambahkan 3 tetes ferri klorida dan diamati, larutan asprin berubah menjadi
putih bening yang menandakan aspirin yang dibuat sudah murni, sedangkan pada
asam salisilat larutan berwarna ungu, asam salisilat ini hanya digunakan
sebagai pembanding saja.
3.3
Rangkaian
Alat
Corong Buchner
Erlemeyer vakum
|
Gambar 3.3 Proses Penyaringan
Gambar
3.4 Proses
Rekristalisasi
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Data Pengamatan Pembuatan Aspirin
Tabel
4.1 Bahan Pembuatan Aspirin
No
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Asam salisilat
|
5 gram
|
2
|
Asetat anhidrat
|
12 ml
|
3
|
H2SO4
|
4 tetes
|
4
|
Aquades
|
60 ml
|
Tabel 4.2
Pengamatan Pembuatan Aspirin
No.
|
Campuran dan Perlakuan
|
Pengamatan
|
1
|
5 gr asam salisilat + 12 ml asetat anhidrat + 4 tetes H2SO4
pekat (dipanaskan
pada suhu 50°C-60°C)
|
Larutan
Putih Keruh
|
2
|
Larutan + 60 ml aquadest
|
Terbentuk
endapan putih
|
3
|
Disaring dengan pompa vakum
|
Dihasilkan bubuk aspirin kering
|
4
|
Berat aspirin yang belum murni
yang disaring pompa vakum
|
Berat aspirinnya 9,004 gram
|
4.1.2 Data Pengamatan Rekristalisasi
Aspirin (Pemurnian Aspirin)
Tabel
4.4 Pengamatan Rekristalisasi Aspirin
No.
|
Campuran dan Perlakuan
|
Pengamatan
|
1
|
Aspirin + 7 ml alkohol hangat + 40 ml air hangat
|
Larutan
berwarna keruh dan tidak ada endapan
|
2
|
Larutan dipanaskan
|
Timbul
sedikit endapan
|
3
|
Larutan didinginkan dengan es
batu selama 1,5 jam
|
Terbentuk banyak endapan berupa
kristal aspirin
|
4
|
Larutan disaring dengan pompa
vakum
|
Diperoleh aspirin berupa
kristal halus (bubuk)
|
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Rekristalisasi
Aspirin
No
|
Berat
|
Hasil
|
1
|
Berat
kertas saring
|
2,16 gram
|
2
|
Berat
aspirin murni + kertas saring
|
9,529 gram
|
3
|
Berat
aspirin murni
|
7,369 gram
|
4.1.3 Data Pengamatan Uji Kemurnian Aspirin
Tabel 4.6 Pengamatan Uji Kemurnian Aspirin
No
|
Perlakun
|
pengamatan
|
1
|
Kristal aspirin + 1 ml alkohol
|
Lerutan bening
|
2
|
Kristal aspirin + 1 ml alkohol + 3 tetes FeCl3
|
Lerutan menjadi bening keunguan
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Aspirin
Dalam
pembuatan aspirin hal pertama yang dilakukan ialah memasukkan 5 gram asam salisilat
dengan gugus fenol. Asam
salisilat berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus
hidroksi. Kemudian asam salisilat ini ditambahkan dengan 12 ml asam asetat anhidrat yang
memiliki gugus asetil sedikit demi sedikit kedalam labu didih dasar bulat. Digunakan
asetat anhidrat karena asetat anhidrat tidak mengandung air dan akan dengan
mudah menyerap air sehingga air yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi
salisilat dan asetat dapat dihindari. Kemudian tambahkan dengan 4 tetes asam
sulfat pekat sebagai katalis. Penambahan asam sulfat menyebabkan larutan
menjadi putih keruh. Pereaksian ini dilakukan didalam lemari asam karena reaksi
ini merupakan reaksi yang menghasilkan panas atau eksoterm.
Setelah
itu, labu digoyangkan
agar zat tercampur dengan baik. Perlakuan ini dilakukan dalam lemari asam. Hal
ini dilakukan karena asam sulfat mudah terbakar jika terkontaminasi dengan
udara. Setelah zat tercampur dengan baik, maka seluruh asam salisilat larut
dalam asetat anhidrat. Asetat
anhidrat berperan sebagai pelarut, sedangkan asam sulfat berperan sebagai
katalis yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya reaksi.
Kemudian larutan
dalam labu dipanaskan di atas penangas air sambil
diaduk selama 15 menit dengan tujuan untuk
menurunkan energi aktifasi sehingga mempercepat terjadinya suatu reaksi yang sesuai
dengan teori tumbukan dan suhunya berkisar 50°C-60°C, hal ini dikarenakan suhu tersebut
adalah suhu optimum untuk pembentukan aspirin. Jika suhu berada di atas 60°C
maka aspirin yang terbentuk akan terurai dan jika suhunya berada di bawah 50°C
maka reaksi akan berjalan lambat.
Kemudian
campuran didinginkan pada suhu kamar.
Setelah dingin ditambahkan
60 ml aquades dan diaduk dengan sempurna. Hal ini dilakukan agar kotoran larut
dalam air, sedangkan aspirin tidak larut dalam air, karena asam salisilat sebagai
bahan baku aspirin merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam
lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam
pembuatan aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini
bertujuan agar terbentuk kristal aspirin yang maksimum.
Kemudian
larutan didinginkan, tujuannya adalah untuk
membentuk suatu enadapan padatan. Karena pada suhu dingin molekul-molekul aspirin
dalam larutan bergerak melambat dan pada akhirnya membentuk endapan. Selanjutnya kristal disaring dengan menggunakan
corong buchner dan pompa pengisap/vakum. Setelah disaring maka
dihasilkanlah kristal aspirin berupa bubuk putih yang kering.
4.2.2
Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
Tahap rekristalisasi ini bertujuan untuk
memperoleh aspirin yang murni. Pertama, aspirin dilarutkan dalam 15 ml
alkohol hangat. Sehingga terbentuk larutan aspirin berwarna bening. Lalu, ke
dalam larutan aspirin tersebut dituangkan 40 ml air hangat dan larutan pun
mulai keruh. Disini alkohol digunakan untuk memurnikan aspirin yang
telah terbentuk tadi, sedangkan air berfungsi untuk membantu proses
pelarutannya sekaligus bereaksi memperbanyak endapan. Alkohol dan air yang
digunakan dalam keadaan hangat yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya
reaksi. Kemudian
larutan dalam labu dipanaskan dengan menggunakan penangas air sampai larutan
tercampur dengan baik.
Sebelum didinginkan dalam es, larutan dibiarkan pada suhu kamar.
Setelah itu, larutan jernih didinginkan
dalam es selama 1,5
jam. Pendinginan larutan selama 1,5 jam tersebut dimaksudkan untuk membentuk
endapan pada larutan, karena pada suhu dingin molekul-molekul dalam larutan
bergerak lambat dan pada akhirnya menyatu menjadi endapan. Selanjutnya, larutan
disaring menggunakan
kertas saring dengan corong buchner dan juga pompa vakum. Dalam
tahap ini diperoleh kristal aspirin berwarna putih dan bersih. Setelah aspirin
kering, lalu berat aspirin ditimbang
dan dihitung rendemennya. Dalam percobaan ini
diperoleh aspirin sebanyak 7,369
gr dan rendemennya 44%.
4.2.3 Uji Kemurnian Aspirin
Setelah
mengalami tahap pemurnian, maka tahap selanjutnya adalah menguji kemurnian
aspirin tersebut. Pertama, diambil sedikit kristal aspirin hasil rekristalisasi
dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Selanjutnya, diambil sedikit asam
salisilat, dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda. Lalu, kristal
aspirin dan asam salisilat dilarutkan menggunakan
alkohol masing-masing 1 ml. Dalam hal ini terbentuk larutan putih bening pada
kedua tabung.
Selanjutnya,
ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida pada setiap tabung. Ini dilakukan untuk melihat perubahan warna pada kedua
senyawa tersebut. Hasilnya
adalah tabung reaksi yang berisi asam salisilat menghasilkan larutan berwarna ungu dan
pada tabung aspirin larutan
berwarna
bening keunguan.
Hal ini menunjukan bahwa aspirin telah murni.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
·
Dari 5 gram asam salisilat, 12 ml asetat anhidrat dan 4 tetes asam sulfat dihasilkan aspirin yang belum murni
sebanyak 9,004 gram.
·
Rendemen aspirin yang didapatkan adalah sebesar 44%.
·
Aspirin yang murni adalah warna bening.
5.2 Saran
·
Usahakan agar tidak ada aspirin yang tertinggal
didalam wadah (labu didih dasar bulat) sehingga tidak mengurangi rendemen.
·
Ketika larutan aspirin dalam labu didinginkan
dengan batu es, perhatikan kristal yang terbentuk.
·
Gunakan alat yang bersih, agar kemurnian aspirin
tetap terjangkau.
Daftar Pustaka
Austin, 1984, “Shreve’s Chemical Process Industries”, 5th ed.
McGraw- Hill Book Co, Singapura.
Damayuda, 2010,
“Asam Salisilat (C7H6O2)”,
http://damayuda.blogspot.com, Diakses Senin 30
Maret 2015.
Ezza, 2013, “Sejarah Aspirin”, http://chemistryanalist.wordpress.com, Diakses Minggu
29 Maret 2015
Fessenden,
Ralph J.
dan Fessenden, Joan S., 1991, “Kimia Organik”, Erlangga, Jakarta.
Ganiswara, 1995, “Etanol”, http:// ganiswara. blogspot. com,
Diakses Senin 30
Maret 2015
George, Hammond,
1997, “Kimia Organik”, ITB, Bandung
Irdoni,HS dan
Nirwana,HZ, 2014, “Modul Praktikum Kimia Organik”, Fakultas Teknik Universitas
Riau, Pekanbaru.
Kirk, R.E, 1981,
“Encyclopedia of
Chemical Engineering Technology”, halaman 160
Stembayo.
2008,
“Belajar Kimia Punk”, http://oteka-stembayo. blogspot .com, Diakses Minggu
11 Mei 2014.
Habib, 2009, “Esterifikasi, Fenol,
Sintesis, dan Aspirin”, http://habib, 2009. ugm. ac.
id/kuliah/esterifikasi – fenol – sintesis - aspirin
terima kasih, sangat bermanfaat
BalasHapus