Ahmad dedi fadillah
Sabtu, 06 Januari 2018
Rabu, 26 Agustus 2015
SHAMPO
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan meningkatnya perkembangan motor
dan mobil menyebabkan munculnya kebutuhan baru yaitu produk baru yang dapat
merawat dan membersihkan secara efektif dan efisien dan tentunya bahan yang digunakan tidak boleh
sembarangan karena harus dapat melindungi cat motor/mobil agar tidak rusak.
Shampo motor yang terbuat dari deterjen sangat banyak digunakan oleh masyarakat
dewasa ini. Hal ini dikarenakan oleh perubahan kebiasaan masyarakat dalam
memilah produk yang bagus untuk kebutuhan
hariannya termasuk shampo motor.
Motor mempunyai perawatan tersendiri
termasuk kebersihannya. Untuk kebersihan motor diperlukan shampo yang khusus
karena jenis pengotor pada motor tersebut berbeda dengan yang lain. Shampo
motor dirancang khusus oleh pabrik supaya dapat membersihkan zat pengotor
berupa oli tetapi tidak merusak bodi dari motor tersebut. Untuk itu perlu
dibuat shampo motor sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Shampo yang
bagus kualitasnya adalah shampo yang memiliki surfaktan
yang bagus pula. Oleh karena itu,
permintaan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004,
permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per tahun dan pertumbuhan
permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per tahun (Zulfikar,2011).
1.2 Tujuan Percobaan
a. Mempelajari
cara pembuatan shampo motor atau mobil.
b. Menentukan
karakteristik shampo motor atau mobil dan bagaimana kinerjanya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Surfaktan
2.1.1 Pengertian
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang
sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif
permukaan. Aktivitas
surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian nonpolar yang
suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang
menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antarmuka udara-air, minyak-air dan
zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun
terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil
yang panjang, Sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus
hidroksil (Salanger,J.L, 2002).
Surfaktan adalah zat yang dapat
mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan
(antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan.
Tegangan permukaan (surface tension)
adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan sepanjang 1 cm dan
dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk
memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan
dalam erg/cm2. Surface tension umumnya terjadi antara gas
dan cairan sedangkan Interface tension umumnya terjadi antara cairan
dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya (namun hal ini
belum diteliti).
Beberapa
kegunaan surfaktan antara lain yaitu : deterjen, pelembut kain, pengemulsi,
cat, adesif, tinta, anti–fogging,
remidiasi tanah, pendispersi, pembasah, ski wax dan snowboard
wax, daur ulang kertas, pengapungan, pencuci, zat busa, penghilang busa, laxatives,
formula agrokimia, herbisida dan insektisida, coating, sanitasi, sampo, pelembut rambut, spermicide, pemipaan
pemadam kebakaran, pendeteksi kebocoran, dan lain-lain (Prayetno, 2008).
2.1.2 Klasifikasi
Surfaktan
Sifat dari pada zat aktif permukaan
bergantung pada macamnya gugus hidrofil, yang dapat dibagi sebagai berikut :
a.
Surfaktan anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada
permukaannya mengandung muatan negatif. Kelemahan surfaktan anionik adalah
sensitif terhadap adanya mineral dan perubahan PH. Contoh dari jenis surfaktan
anionik adalah Linier Alkyl Benzene Sulfonat (LAS), Alkohol Sulfat (AS),
Alkohol Eter Sulfat (AES),Alpha Olefin Sulfonat (AOS).
Gambar 2.1 Surfaktan Anionik (Bailey, 1996).
b. Surfaktan kationik
Surfaktan
ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung muatan
positif. Surfaktan ini terionisasi dalam air serta bagian aktif pada
permukaannya adalah bagian kationnya. Surfaktan kationik banyak digunakan sebagai bahan
antikorosi, antistatik, flotation collector, pelunak kain, kondisioner. Contoh jenis
surfaktan ini adalah ammonium kuarterner. Kelemahan surfaktan jenis
ini adalah tidak memiliki kemampuan deterjensi bila diformulasikan kedalam
larutan alkali (Setiawan,2009).
Gambar 2.2 Surfaktan Kationik (Bailey, 1996)
c. Surfaktan nonionik
Surfaktan
yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan nonionik yaitu surfaktan
dengan bagian aktif permukaanya tidak mengandung muatan apapun, contohnya : alkohol etoksilat,
polioksietilen (R-OCH2CH) (Marrakchi, 2006).
Gambar 2.3 Surfaktan Nonionik (Bailey, 1996)
d.
Surfaktan ampoterik
Surfaktan ini dapat bersifat sebagai nonionik, kationik, dan
anionik di dalam larutan, jadi surfaktan ini mengandung muatan negatif maupun
muatan positif pada bagian aktif pada permukaannya. Contohnya: Sulfobetain
(RN+(CH3)2CH2CH2SO3-
(Zulfikar, 2011).
Gambar 2.4 Surfaktan Ampoterik (Bailey, 1996)
2.2
Cara
Surfaktan Menghilangkan Noda
Kebanyakan kotoran pada pakaian
melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika lapisan minyak ini dapat
disingkirkan, berarti partikel kotoran itu dapat dicuci. Molekul sabun terdiri
dari rantai hidrokarbon yang panjang. Rantai karbon bersifat lipofilik (tidak
suka air) dan hidrofilik (suka air). Bila sabun dikocok dengan air akan
membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati. Larutan sabun mengandung
agregat molekul sabun yang disebut dengan misel. Rantai karbon nonpolar
atau lipofilik atau tidak suka air mengarah kebagian pusat misel dan
pada bagian yang polar mengarah pada permukaan misel (Salanger, 2002).
Dalam kerjanya untuk
menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak
atau lemak. Ekor
lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dan
butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini butiran minyak terstabilkan
dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak
mencegah penggabungan (koalesensi). Sifat menonjol lain dari sabun ialah
tegangan permukaan yang sangat rendah yang menjadikan larutan sabun lebih
memiliki daya pembasahan dibandingkan air saja. Akibatnya sabun termasuk
golongan zat yang disebut surfaktan. Gabungan dari daya pengemulsi dan kerja
permukaan dari larutan sabun memungkinkan untuk melepas kotoran dari permukaan
yang sedang dibersihkan dan mengemulsikannya sehingga kotoran itu tercuci
bersama air (Prayetno,
2008).
Pada aplikasinya sebagai bahan
pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya, surfaktan dapat bekerja
melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll
up, emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan
tegangan antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi
dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktan menurunkan tegangan antarmuka
minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi (Bailey, 1996).
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air
(pelarut), senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil
dan jernih. Mekanisme roll up
dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 2.2.1
Gambar 2.5 Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi
Surfaktan
dengan HLB rendah lebih mudah larut dalam minyak sedangkan surfaktan dengan HLB
tinggi lebih larut dalam air (Setiawan,2009).
2.3
Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk meregang permukaannya. Nampak seolah dilapisi oleh suatu lapisan. Yang menjadi penyebab utama adanya tegangan permukaan adalah gaya kohesi (gaya tarik menarik molekul sejenis) dari fluida atau zat cair. Setiap molekul zat cair saling menarik molekul disekitar mereka. Gaya tarik-menarik ini memicu adanya ikatan yang
cukup kuat antarmolekul (Zulfikar, 2011).
Ada beberapa metode dalam melakukan
tegangan permukaan:
1. Metode
kenaikan kapiler
Tegangan permukaan
diukur dengan melihat ketinggian air/cairan yang naik melalui suatu kapiler. Metode kenaikan kapiler
hanya dapat digunakan untuk mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk
mengukur tegangan permukaan tidak bisa untuk mengukur tegangan antarmuka (Kentdan Riegels, 2007).
2.
Metode
tersiometer Du-Nouy
Metode
cincin Du-Nouy bisa digunakan untuk mengukur tegangan permukaan ataupun tegangan antarmuka. Prinsip dari alat ini adalah
gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina iridium yang diperlukan
sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka dari cairan
tersebut.
Pada
dasarnya tegangan permukaan suatu zat cair dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya suhu dan zat terlarut. Dimana keberadaan zat terlarut dalam suatu
cairan akan mempengaruhi besarnya tegangan permukaan terutama molekul zat yang
berada pada permukaan cairan berbentuk lapisan monomolekular yang disebut dngan
molekul surfaktan (Salanger,2002).
Faktor-faktor yang menpengaruhi tegangan
permukaan:
1.
Suhu
Tegangan
permukaan menurun dengan meningkatnya suhu, karena meningkatnya energi kinetik
molekul.
2.
Zat
terlarut
Keberadaan
zat terlarut dalam suatu cairan akan mempengaruhi tegangan permukaan.
Penambahan zat terlarut akan meningkatkan viskositas larutan, sehingga tegangan
permukaan akan bertambah besar. Tetapi apabila zat yang berada dipermukaan
cairan membentuk lapisan monomolekular, maka akan menurunkan tegangan
permukaan, zat tersebut biasa disebut dengan surfaktan (Fessenden,1997).
3.
Surfaktan
Surfaktan
(surface active agents), zat yang
dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada
permukaan atau antarmuka. Surfaktan
mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Shampo merupakan salah satu contoh dari
surfaktan (Fessenden, 1997).
2.4 Linear Alkyl Benzene Sulfonate
(LABS)
Alkylbenzene merupakan bahan baku dasar
untuk membuat Linear Alkyl benzene sulfonate. Linear alkyl benzene
sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry. Acid slurry merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan
serbuk deterjen sintetik dan deterjen cair. Alkyl benzene disulfonasi menggunakan asam sulfat, oleum atau SO3. Linear
Alkylbenzene sulfonate diperoleh dengan variasi proses yang berbeda pada
bahan yang aktif, bebas asam, warna maupun viskositas. Bahan baku utama untuk
membuat acid slurry adalah dodecyl benzene, linear alkyl
benzene. Nama Kimia Acid Slurry
D.D.B.S adalah Dodecyl Benzene Sulphonate dan L.A.B.S dan Linear
Alkyl Benzene Sulphonate (Kirk, 1976).
Gambar 2.6 Struktur LABS (Salanger, 2002)
Alkylbenzene
Sulfonates (ABS) merupakan bahan baku kunci pada
industri deterjen selama lebih dari 40 tahun dan berjumlah kira-kira 50% volume total surfaktan anionik
sintetik. Linear alkylbenzene Sulfonates (LABS) digunakan secara luas
menggantikan Branch alkylbenzene sulfonates (BAB) dalam jumlah besar
yang ada didunia karena LAS merupakan bahan deterjen yang lebih biodegradabilitas dibandingkan BAB.
Produk umumnya dipasarkan berupa asam bebas (free acid) seperti sodium
hidroksida yang ditambahkan kedalam slurry, yang umumnya dalam bentuk
pasta. Sebagian besar pasta di produksi pada sprayed-dried menghasilkan
serbuk deterjen. Pasta bisa juga di proses dengan drum-dried menjadi
serbuk atau flake menjadi butir-butir halus yang memiliki densitas
rendah. Bentuk kering LAS digunakan terutama pada industri dan produk
kebersihan (Kent dan Riegels, 2007).
Agar
berguna sebagai surfaktan, pertama Alkylbenzene harus disulfonasi. Untuk
proses sulfonasi biasanya digunakan Oleum
dan SO3. Sulfonasi dengan oleum memerlukan biaya peralatan yang
relatif tidak mahal dan bisa dijalankan dengan proses batch atau continuous.
Bagaimanapun juga memiliki kerugian dalam terminologi dibandingkan harga SO3,
sulfonasi dengan oleum memerlukan
aliran pembuangan sisa asam dan ia juga memberikan masalah korosipotensial yang
disebabkan oleh asam sulfat (Kent dan Riegels, 2007).
2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia
LABS
Adapun sifat
fisika dari LABS, sebagai berikut : (Kirk dan Othmer, 1976)
1. Rumus
molekul : C12H25C6H5
2. Berat
molekul : 246,435
Kg/kmol
3. Titik
didih : 327,61 OC
4. Titik
leleh : 2,78 OC
5. Densitas : 855,065 Kg/m3
6. Wujud : Cair
7. Energi
panas pembentukan : 1787,0 KJ/mol
8.
Kapasitas panas : 750,6 Kkal/kmol OC
Sedangkan sifat kimia dari LABS, sebagai
berikut :
1.
Sangat larut dalam air
2.
Bersifat sebagai surfaktan, dan
berbusa
2.5 Sodium Lauril Sulfat (SLS)
Sodium
lauril sulfat (SLS),
atau natrium deodecil sulfat (NaDS
atau C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionoik
yang digunakan dalam membersihkan lemak dan pada produk-produk untuk
kebersihan. Molekul ini memiliki 12
atom karbon, yang melekat pada gugus sulfat dan memberikan sifat amphiphilic yang dibutuhkan deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif
dan digunakan untuk menghilangkan noda berminyak dan residu. Sebagai contoh,
SLS ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada produk industri, termasuk degreasers mesin, pembersih lantai,
shampo mobil. Penggunaan SLS dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada
pembuatan pasta gigi, shampo rambut, dan busa cukur. Sodium lauril sulfat merupakan komponen penting dalam
formulasi untuk efek penebalan busa dan kemampuannya untuk menciptakan busa (Marrakchi dan Maibach, 2006).
Gambar 2.7 Struktur SLS (Marrakchi dan Maibach, 2006)
Penelitian menunjukkan bahwa SLS tidak
karsinogenik jika terkontaminasi langsung pada kulit ataupun dikonsumsi.
Natrium lauril sulfat mengurangi rasa manis pada gigi, efek biasa terlihat
setelah penggunaan pasta gigi yang mengandung bahan ini. Penelitian menunjukkan
bahwa SLS dapat merupakan mikrobisida topikal yang berpotensi efektif, yang
juga dapat menghambat dan mencegah
infeksi oleh virus seperti virus Herpes simpleks. Selain itu SLS dapat
meningkatkan kecepatan pembentukan hidrat metana sebesar 700 kali kecepatan
awal. Dalam pengobatan, natrium lauril sulfat
digunakan sebagai pencahar dubur
di enema dan sebagai eksipien pada aspirin terlarut dan kaplet terapi serat
lainnya (Marrakchi dan Maibach, 2006).
Natrium lauril sulfat dalam sains
disebut sebagai sodium dodecyl sulfat
(SDS), umumnya digunakan dalam menyusun protein untuk elektroforesis dalam
teknik SDS-PAGE. Senyawa ini bekerja
denganmengganggu ikatan nonkovalen dalam protein, sehingga protein mengalami denaturing dan menyebabkan molekul kehilangan
bentuk asli mereka (konformasi). SLS disintesis dengan mereaksikan lauril
alkohol dengan asam sulfat untuk menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang
kemudian dinetralisir melalui penambahan natrium karbonat. Karena metode ini sintesis, SLS
komersial yang tersedia sebenarnya tidak sulfat dodesil murni tetapi campuran
alkil sulfat dengan sulfatdodesil sebagai komponen utama.SLS dapat memperburuk
masalah kulit pada individu dengan hipersensitivitas
kulit kronis (Marrakchi dan Maibach, 2006).
Dalam
aplikasinya SLS ini banyak ditemukan dalam
konsentrasi tinggi pada produk-produk industri seperti pembersih mesin (engine
degreaser), pembersih lantai, dan shampo mobil. SLS digunakan dalam kadar
rendah di dalam pasta gigi, shampo dan busa pencukur.
SLS berpotensi untuk digunakan sebagai
anti bakterial dan juga untuk mencegah infeksi oleh virus seperti Herpes dan HIV.
Belakangan
ini telah ditemukan bahwa pada aplikasi sebagai surfaktan pada pembentukan
reaksi gas hydrate atau methane hydrate, SLS dapat mempercepat
reaksi hingga 700 kali lebih cepat
(Marrakchi dan Maibach, 2006).
Sifat-sifat
umum SLS adalah sebagai berikut :
1.
Merupakan
surfaktan anionik sebesar 68%-73%
2.
Memiliki
pH sebesar 7.0-9.0
3.
Mengandung
sodium sulfat sebesar 1 %
4.
Mengandung
sodium klorida sebesar 0.1 %
5.
Mengandung
dioksan sebesar 30 ppm
6.
Merupakan
pasta berwarna kuning transparan
2.6 NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida
basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air, digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan
dalam laboratorium kimia (Bailey, 1996).
Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan
sorensen. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses pelarutannya dalam air
bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun
kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Tidak larut
dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Kirk dan Othmer,
1976).
2.6.1 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida
Tabel 2.1
Sifat Fisika dan Kimia NaOH
Sifat
Fisika
|
Sifat
Kimia
|
Bentuk : padat
|
Rumus
molekul : NaOH
|
Warna : putih
|
Merupakan basa kuat dan sangat larut dalam air
|
Densitas
: 1,40775 g/cm³
|
|
Titik leleh : 318°C (591°K)
|
|
Titik didih : 1390°C (1663°K)
|
|
Massa molar : 39,9971 g/mol
|
(Sumber: Kirk
dan Othmer, 1976)
2.7
Akuades
Akuades adalah air hasil
destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H2O, karena H2O
hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut yang
universal. Oleh karena itu air
dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan
dengan mudah menjadi tercemar. Dalam
siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral
anorganik, logam berat dan mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan akuades (H2O)
karena mengandung banyak mineral (Fessenden, 1999).
2.8 Viskositas
Viskositas
adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawan gerakan sebagian fluida
relatif terhadap yang lain. Viskositas akan mempengaruhi kerja shampo. Shampo
yang terlalu kental akan memperlambat reaksi penyabunan pada kotoran, sehingga
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen dan apabila
terlalu encer maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Faktor yang mempengaruhi viskositas :
a. Besar dan Bentuk Molekul
Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai
viskositas yang besar, seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan ikatan
hidrogen. Makin besar berat
molekul, makin besar pula viskositas.
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan
naiknya suhu. Menurut teori ”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan
molekul bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan
akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi
karena ada energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul agar dapat
bergerak ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada
suhu yang lebih tinggi dan dengan demikian cairan lebih mudah mengali (Kirk dan Othmer, 1976).
c. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan.
Hal ini disebabkan jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar
untuk bergerak keliling satu terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk
suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan larutan. Umumnya
larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi, sebaliknya
larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah (Kirk dan
Othmer, 1976).
2.9
Densitas
Massa
jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa
jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis
rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.
Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki
volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis
lebih rendah (misalnya air). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap
zat memiliki
massa jenis yang berbeda. Rumus untuk menentukan massa jenis adalah
ρ = m/v …………….................................................................(1)
Dimana: ρ = densitas (g/ml)
M =
massa (g)
V =
volume (ml)
Nilai
massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun volume
zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis
selalu mempunyai masssa jenis yang sama. Massa jenis zat dapat dihitung dengan
membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis merupakan salah
satu ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang sama, semakin rapat
zatnya, semakin besar massanya. Sebaliknya makin renggang, makin kecil massa
suatu benda. Contoh : kubus yang terbuat dari besi akan lebih besar massanya
dibandingkan dengan kubus yang terbuat dari kayu, jika volumenya sama. Pada massa
yang sama, semakin rapat zatnya, semakin kecil volumenya. Sebaliknya, semakin
renggang kerapatannya semakin besar volumenya.Contoh : volume air lebih besar
dibanding volume besi, jika massa kedua benda tersebut sama (Prayetno, 2008).
BAB III
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Alat-alat yang
digunakan
1.
Wadah plastik
2.
Spatula
3.
Pipet tetes
4.
Timbangan analitik
5.
Botol 350 ml
6. Viskometer Oswald
7. Gelas Ukur 100 ml
8.
Cawan Petri
9. Gelas Piala 500 ml
10. Batang Pengaduk
11. Piknometer 10 ml
3.2
Bahan-bahan
1. LABS
( Linear Alkil Benzen Sulfonat) 40 gr
2. SLS
(Sodium Linear Sulfonat)8 gr
3. NaOH
1 N 15 gr
4. Aquades
48 ml
5. Parfum
6. Pewarna
makanan
7. Shampo
komersial (KIT)
3.3
Prosedur percobaan
3.3.1
Pembuatan LABSNa
1. LABS 40 gram ditimbang ke dalam
gelas piala
2. NaOH ditimbang dari larutan NaOH 1 N
sebanyak 15 gram
3. NaOH dimasukkan sedikit demi sedikit
ke dalam wadah yang berisi larutan LABS dan aquades sambil diaduk
hingga homogen
4. Larutan yang telah diaduk tersebut
merupakan larutan LABSNa
3.3.2
Pembuatan Larutan SLS
1. SLS sebanyak 8 gram ditimbang ke
dalam cawan petri
2. Lalu dimasukkan 48 ml aquades ke
dalam gelas piala
3. SLS dan aquades dicampur dan diaduk
hingga homogen
4. Parfum dan pewarna dicampurkan ke
dalam larutan SLS
3.3.3
Pembuatan Shampo
1. Larutan SLS dan larutan LABSNa
diaduk hingga homogen.
2.
Kemudian
dimasukkan ke dalam botol
3.3.4
Uji Viskositas
1. Siapkan
viskometer Ostwald
2. Sampo
dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald
3. Sedot
sampai batas viscometer Ostwald
4. Hitung
waktu yang dibutuhkan sampo untuk turun ke bawah dan catat hasilnya
5. Lakukan
juga pada KIT dan
bandingkan hasilnya
3.3.5
Uji Densitas
1. Piknometer yang kosong ditimbang
2. Catat massa piknometer
3. Lalu shampo dimasukkan ke dalam piknometer sampai penuh
4. Berat piknometer dan shampo
ditimbang
5. Berat jenis shampo dihitung dengan
cara : berat piknometer
dan shampo yang telah ditimbang lalu dikurangi dengan berat piknometer kosong lalu dibagi dengan volume piknometer
6. Lakukan pada KIT sesuai prosedur diatas
3.3.6
Tes Aplikasi
1.
Lumuri tangan dengan minyak
2.
Kemudian tetes shampo ke tangan, dibilas dan cuci dengan air bersih
3.
Catat waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan tangan
4.
Amati kebersihan tangan setelah
dicuci dengan shampo
5.
Kemudian lakukan tes aplikasi
kembali menggunakan shampo KIT dan bandingkan
BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Perhitungan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
No.
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
NaOH 1 N 15 gr
|
Wujud cair dan
berwarna bening
|
2.
|
LABS 40
gr
LABSNa
NaOH 1 N 15 gr
|
NaOH 1 N 40 gr, larutan menjadi
berwarna bening, dituangkan ke LABS menjadi coklat bening. Disini terjadi reaksi eksoterm.
|
3.
|
SLS 8 gr
Aquadest 48 ml
Pewarna Dicampurkan
Parfum
|
Wujud cairan, warna
hijau tua
|
4
|
LABSNa
Dicampurkan
Larutan SLS
|
Shampo,
bewarna hijau lumut. Lebih kental dari SLS
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 NaOH
Natrium
hidroksida (NaOH), yang biasa dikenal sebagai soda api atau sodium hidroksida merupakan suatu
jenis basa logam kaustik. Natrium
Hidroksida terbentuk dari oksida
basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan
alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke
dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan
sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa
yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk
putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan
jenuh 50% yang biasa disebut larutan Sorensen.Ia bersifat lembab cair dan
secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat
larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis (Fessenden, 1997).
4.2.2
LABS
Alkylbenzene
merupakan bahan baku dasar untuk membuat Linear Alkyl benzene sulfonate.
Linear alkylbenzene sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry.
Acid slurry merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan serbuk deterjen
sintetik dan deterjen cair. Alkylbenzene disulponasi menggunakan asam
sulfat, oleum atau SO3(g). Linear Alkylbenzene sulfonate diperoleh
dengan variasi proses yang berbeda pada bahan yang aktif, bebas asam, warna
maupun viskositas. Bahan baku utama untuk membuat acid slurry adalah dodecyl
benzene, linear alkyl benzene. Nama Kimia Acid Slurry D.D.B.S.
adalah Dodecyl Benzene Sulphonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl
Benzene Sulphonate.LABS merupakan komponen utama yang digunakan dalam
pembuatan shampo sesuai dengan penjelasan diatas.(Fessenden, 1997)
4.2.3
LABSNa
Pada reaksi pembuatan larutan LABSNa
terjadi reaksi eksoterm.SLS dapat menyatu dengan air dan pada saat pengadukan dapat
menghasilkan busa. Reaksi eksoterm adalah reaksi yang menyebabkan adanya
transfer kalor dari sistem ke lingkungan. Hasil shampo didapat kental dari
sampel yaitu shampo KIT karena perbandingan komposisi antara NaOH, LABS, dan
SLS tidak seimbang. Dalam percobaan pembuatan shampoo ini tidak boleh terjadi
pembusaan karena busa dapat mengurangi volume shampo (Fessenden, 1997).
4.2.4
SLS
Sodium lauril sulfat (SLS), atau sodium deodecil sulfat (NaDS atau C12H25SO4Na)
adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan lemak, dan pada
produk-produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom karbon,
yang melekat pada gugus sulfat, dan memberikan sifat amphiphilic yang
dibutuhkan deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan untuk
menghilangkan noda berminyak dan residu. Sebagai contoh, SLS ditemukan dalam
konsentrasi yang tinggi pada produk industry, termasuk degreasers mesin, pembersih lantai, sampo mobil. Penggunaan SLS
dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi, shampoo
rambut, dan busa cukur. Sodium
lauril sulfat
merupakan komponen penting dalam formulasi untuk efek penebalan busa dan
kemampuannya untuk menciptakan busa (Fessenden, 1997).
4.2.5
Shampo
Shampo
yang dihasilkan memiliki tingkat viskositas dan berat jenis yang lebih berbeda
itu dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu : perbandingan komposisi masing-masing
bahan yang dimasukkan pada pembuatan shampo, kondisi operasi, perbedaan bahan
baku.
Karena sesuai dengan
pengertiannya viskositas bergantung pada konsentrasi bahan-bahan pembuatan
shampo. Sedangkan densitas (berat jenis) bergantung pada perbandingan massa
dengan volume. Jadi apabila komposisi bahan yang dimasukkan berbeda
perbandingannya maka akan mempengaruhi kualitas dari shampo yang dihasilkan
(Prayetno, 2008).
4.2.6
Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan
tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas akan semakin
besar tahanannya. Uji viskositas dilakukan dengan menempatkan 10 ml shampo ke
dalam viskometer, kemudian hitung waktu yang diperlukan shampo tersebut untuk
turun seluruhnya. Setelah dilakukan percobaan tersebut, didapatkan data sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Data Pengujian Viskositas
Sampel
|
Shampo Percobaan
|
Shampo Komersil (KIT)
|
Waktu yang dibutuhkan
|
3 menit 28 detik/ml
|
44,10 sekon/ml
|
Dari data yang ditampilkan pada
tabel di atas, dapat diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan oleh shampoo hasil
percobaan lebih lama dibandingkan dengan KIT, sehingga dapat dikatakan bahwa
viskositas shampoo hasil percobaan lebih besar daripada KIT. Nilai viskositas
yang besar ini terjadi karena gaya tarik menarik antar molekul penyusun shampoo
lebih besar dibanding dengan KIT, gaya tarik menarik (kohesi) ini menyebabkan
terjadinya gesekan yang lebih besar antar lapisan larutan saat larutan
dituangkan. Sedangkan pada KIT gaya kohesi antar molekul larutannya lebih
kecil, sehingga gesekan yang ditimbulkan lebih sedikit sehingga membutuhkan
waktu yang lebih singkat saat dituang.
Setelah
dilakukan uji viskositas, kemudian dilakukan uji densitas shampoo dengan
menghitung berat 10 ml shampoo dan membandingkannya dengan KIT. Pada pengujian
ini diperoleh data sebagai berikut,
Tabel 4.3
Data Pengujian Densitas
Sampel
|
Shampo percobaan
|
Volume sampel
|
10 ml
|
Berat Jenis
|
1,006 gram/ml
|
Dari
data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa densitas KIT lebih besar daripada
shampo hasil percobaan. Hal
itu dikarenakan konsentrasi zat terlarut pada KIT jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan shampo hasil percobaan. Sehingga nilai densitasnya lebih tinggi.
Densitas suatu zat dipengaruhi oleh berat molekul bahan tersebut. Semakin berat molekul suatu zat,
maka ikatan antar molekulnya juga semakin rapat dan kuat. Sehingga viskositas pada umumnya
nilainya berbanding terbalik dengan densitas.
Apabila
digabungkan data hasil uji viskositas dengan data hasil uji densitas dapat
disimpulkan bahwa shampo hasil percobaan memiliki viskositas yang besar
sedangkan nilai densitasnya kecil. Untuk
suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan larutan. Umumnya larutan yang konsentrasinya
tinggi, viskositasnya juga tinggi, sebaliknya larutan yang viskositasnya
rendah, konsentrasinya juga rendah (Fessenden, 1997).
Faktor yang mempengaruhi
viskositas:
a. Besar dan Bentuk
Molekul
Molekul-molekul
yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang besar, seperti air dan
etanol.Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan ikatan hidrogen.Makin besar
berat molekul, makin besar pula viskositas.
b.
Suhu
Pada kebanyakan cairan
viskositasnya turun dengan naiknya suhu. Menurut teori ”lubang” terdapat
kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak secara kontinyu ke dalam
kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak keliling. Proses ini
menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada energi pengaktifan yang
harus mempunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. Energi
pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan dengan
demikian cairan lebih mudah mengalir.
c. Tekanan
Viskositas cairan
naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini disebabkan jumlah lubang berkurang,
sehingga bagi molekul lebih sukar untuk bergerak keliling satu terhadap yang
lain.
d.
Konsentrasi
Untuk
suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan
larutan.Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi,
sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah
(Fessenden, 1997).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Shampo diperoleh dari campuran antara LABSNa dan SLS, dimana
LABSNa merupakan surfaktan utama dan SLS merupakan agent foaming (pembentuk busa).
2.
Shampo hasil praktikum memiliki viskositas 47,7 s/ml
3.
Densitas shamponya 1,006 gram/ml dan densitas dari KIT adalah 0,997 gram/ml
4.
Kekentalan sampo ditentukan oleh seberapa banyak kita
memasukkan NaOH
5.
Hasil tes aplikasi menunjukkan bahwa shampo yang kami buat
kurang baik dari KIT karena kotoran lebih lambat hilang dan busa lebih banyak,
karena SLS banyak dipakai pada pembuatan shampo
5.2
Saran
Sebaiknya praktikan harus lebih berhati-hati dalam
mengaduk SLS dan LABSNa karena larutan tersebut tidak boleh sampai berbusa
karena apabila larutan tersebut sampai berbusa maka akan dapat mengurangi
volume yang didapat, dan dapat mempengaruhi perhitungan viskositas. kemudian
untuk takaran perbandingan antara NaOH, LABS dengan SLS harus sesuai agar
shampoo yang didapat tidak encer atau terlalu kental.
Langganan:
Postingan (Atom)